Minggu, 17 Oktober 2010

Fakta dan Kronologi Kecelakaan PLTN Chernobyl

Dibawah ini saya dokumentasikan tulisan dari Pak Ma'rufin Sudibyo, salah satu pakar fisika Indonesia yang menjelaskan mengenai kronologi kecelakaan pada PLTN Chernobyl. Tulisan ini saya dapatkan dari milis Fisika Indonesia yang diposting beliau bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2008. Mudah mudahan bermanfaat dan menambah pengetahuan anda.

--------------------------------------------------------

Kecelakaan nuklir Chernobyl itu sejajar dengan kasus lumpur panas sumur Banjar Panji-1 di Porong Sidoarjo.Yakni sama2 berangkat dari tujuan baik (pada Chernobyl berpangkal dari eksperimen pembangkitan daya darurat, pada Banjar Panji-1 untuk mencari migas), namun dilaksanakan tanpa mematuhi prosedur standar (pada Chernobyl semua prosedur standar keamanan operasi reaktor dilanggar, pada Banjar Panji-1 ngebornya ugal2an dan ngeyel). Akhirnya terjadilah bencana. Andaikata dua operator reaktor unit 4 PLTN Chernobyl tidak nekat melanjutkan eksperimennya pada 26 April 1986 lepas tengah malam, barangkali tragedi takkan pernah terjadi. Namun tragedi itu juga membuka mata dunia akan persoalan cacat desain reaktor dan manajemen pembangkit yang "ajaib" di eks-Uni Soviet.

Sebelum tragedi April 1986 PLTN Chernobyl hanyalah kompleks pembangkit tak terlalu dikenal di Ukraina, bahkan juga di kalangan petugas pemadam kebakaran setempat (yang akhirnya justru menjadi korban pertamanya). PLTN ini berlokasi di koordinat 51,3872 LU 30,1114 BT, berdekatan dengan perbatasan Belarus. Terdapat 4 unit reaktor : reaktor unit 1 mulai beroperasi pada 1977, reaktor unit 2 pada 1978, reaktor unit 3 pada 1981 dan reaktor unit 4 pada 1983. Keseluruhan unit menghasilkan daya 4.000 MWe yang menyuplai 10 % kebutuhan listrik Ukraina.

PLTN ini memakai reaktor RBMK-1000, yakni reaktor air mendidih (boiling water reactor/BWR) berdaya termal 3.200 MWt dengan moderator (bahan pelambat neutron) dari grafit (karbon). Pendinginnya air biasa, yang diambilkan dari Sungai Pripyat didekatnya dan didestilasi dulu, untuk kemudian dialirkan secara vertikal dengan inlet dibawah dan dididihkan di dalam reaktor untuk memproduksi uap bertekanan tinggi yang memutar turbogenerator pembangkit listrik. Grafit dipilih sebagai moderator karena murah dan tersedia melimpah di Siberia. Untuk mengendalikan reactor digunakan batang kendali dari batang boron karbida berujung grafit. Di antara ujung grafit dan batang boron karbida terdapat ruang kosong sepanjang 1 m yang bakal terisi air pendingin ketika dimasukkan ke dalam reaktor. Ada dua tipe batang kendali : manual dan otomatis. Sebagai bahan bakar digunakan Uranium diperkaya (kadar U-235 3,8 %) sejumlah 220 ton.Konsekuensinya ukuran reaktor RBMK-1000 memang besar.

Reaktor RBMK-1000 unggul dalam efisiensi (34 %, bandingkan dengan reaktor2 tipe tekan/pressurized reactor yang berkisar 29 - 31 %) dan penggantian bahan bakar saat tetap menyala. Reaktor2 tipe lainnya (kecuali PHWR-CANDU yang dipasarkan Canada) harus dimatikan dahulu untuk mengganti bahan bakarnya. Meski begitu dalam prosedur pengoperasiannya, selama 1 tahun penuh reaktor hanya dijalankan 9 bulan saja dengan 3 bulan sisanya untuk perbaikan dan perawatan rutin, termasuk penggantian bahan bakar.

Namun keunggulan2 ini tidak seberapa dibandingkan dengan kelemahan2nya. Sebagai reaktor air mendidih bermoderator grafit, RBMK-1000 memiliki "problem gelembung", kondisi dimana adanya gelembung2 dalam pendingin saat proses pembentukan uap bisa mengacaukan pengendalian reaktor, karena gelembung2 itu meningkatkan jumlah neutron lambat. Kondisi ini sangat dirasakan RBMK-1000 ketika berada dalam daya rendah, baik ketika dalam proses dinyalakan (start-up) maupun dimatikan (shut-down).

Kelemahan lain ada pada batang kendalinya. Grafit dan ruang kosong berisi air di batang kendali mengakibatkan peningkatan daya temporal di detik2 pertama saat batang kendali masuk ke reaktor, karena sifat grafit dan air pendingin yang memoderasi neutron. Bila terjadi kondisi batang kendali gagal masuk sepenuhnya karena macet (entah kejepit atau apa) sehingga bagian boron karbidanya tidak bisa masuk, maka reaktor tidak bisa mati, justru dayanya malah melambung terus.

Aliran pendingin juga menjadi salah satu titik lemah. Dengan model aliran vertikal dan inletnya dari bawah, maka terdapat suhu pendingin di dalam reaktor jadi takhomogen, dimana di bagian atas lebih besar dibanding bagian bawah. Kondisi ini bisa berbahaya jika terjadi penguapan total pada bagian atas sehingga bahan bakar disana tak terdinginkan sepenuhnya. Selain bisa meningkatkan daya secara mendadak, kondisi ini juga beresiko pada melelehnya bahan bakar. Pendinginan vertikal juga memaksa pompa pendingin untuk terus menerus bekerja meski daya reaktor sudah sangat rendah sehingga tidak sanggup lagi membangkitkan listrik yang cukup.

Dan akhirnya, sebagai reaktor berukuran besar, RBMK-1000 hanya dilindungi oleh satu lapis dinding beton tipis guna menghemat biaya. Tak ada system pelindung bergandab sebanyak lima lapis sebagaimana yang distandarkan pada reaktor2 tipe lainnya. So, reaktor yang secara desain sudah cacat ini tidak mempunyai pelindung yang layak, sehingga jika terjadi kecelakaan peluang terlepasnya radioisotop ke lingkungan cukup besar dibanding reaktor2 tipe lain.

Kompleks PLTN Chernobyl dilayani oleh manajemen "ajaib" yang tidak berpengalaman sama sekali dalam mengoperasikan reaktor bertenaga besar. V.P. Bryukhanov, direktur, hanya berpengalaman di PLTU tanpa pernah sekalipun ke PLTN. Nikolai Fomin, insinyur kepala, juga lama bekerja di lingkungan PLTU. Hanya Anatoliy Dyatlov, wakil insinyur kepala, yang pernah bekerja dengan reaktor itupun hanya pada reaktor berdaya rendah.

Diduga kuat pemilihan manajemen tidak didasarkan pada kepakaran dan kemampuannya dalam teknologi nuklir, namun lebih pada loyalitasnya terhadap Partai Komunis Uni Soviet. Manajemen juga tidak pernah diberitahu otoritas ketenaganukliran Uni Soviet tentang sifat khas RBMK-1000 dan prosedur operasi daruratnya ketika berada dalam daya rendah. Singkatnya, manajemen 'buta' terhadap titik2 lemah RBMK-1000. Kombinasi cacat desain dan manajemen "ajaib" inilah yang berpuncak pada tragedi 26 April 1986.

Ekskursi Nuklir

Salah satu masalah yang menggayuti manajemen adalah bagaimana menjaga pompa pendingin tetap bekerja meski aliran listrik putus. Reaktor RBMK-1000 membutuhkan aliran pendingin terus menerus karena sifatnya vertikal. Sementara jika terjadi kerusakan sistim pembangkit listrik, aliran listrik ke pompa pendingin menghilang. Memang tiap unit reaktor telah dilengkapi dengan sepasang generator diesel otomatis, namun baru bisa menyuplai aliran listrik 40 detik setelah aliran listrik utama putus. Kondisi ini bisa menyebabkan perlambatan aliran pendingin, dan berpotensi menimbulkan kehilangan aliran pendingin (LOHSA : lostof heat sink accident).

Manajemen tidak menghendaki hal itu terjadi terutama setelah kasus LOCA (lost of coolant accident, setingkat lebih parah dibanding LOHSA) yang sampai melelehkan sebagian reaktor unit 2 PLTN Three Mile Islands, Pennsylvania (AS), 28 Maret 1979. Untuk itu dicoba memanfaatkan putaran sisa turbogenerator guna pembangkitan daya darurat untuk menggerakkan pompa pendingin selama minimum 40 detik. Eksperimen sejenis pernah sukses dilakukan pada 1983 di reaktor unit 1 tanpa masalah apapun dengan mematuhi semua prosedur standar, meski hasilnya negatif : turbogenerator tak sanggup memasok daya mencukupi.

Setelah dilakukan pengembangan2 tambahan pada turbogenerator, dirasakan perlu adanya eksperimen ulang. Pilihan jatuh pada reaktor unit 4 dengan setting waktu pada Jumat 25 April 1986, mengingat reaktor ini memang hendak dimatikan guna menjalani perawatan dan perbaikan rutin setelah menyala selama lebih dari setahun penuh.

Eksperimen sudah siap dijalankan pada tengah hari 25 April. Sebagai awalnya system pendingin darurat (ECCS : emergency core coolant system) dimatikan, meski
dalam prosedur operasi standar hal ini sama sekali tidak diperbolehkan. Namun mendadak otoritas kelistrikan Kiev meminta manajemen PLTN Chernobyl menjaga pasokan listriknya ke jaringan sampe jam 11 malam untuk mengantisipasi lonjakan penggunaan daya. Manajemen menyetujui hal itu sehingga daya reactor yang sudah terlanjur diturunkan ke 1.600 MWt tidak direduksi lagi. Selama 12 jam kemudian reaktor beroperasi dengan output 50 % dari normal dan tanpa ECCS.

Eksperimen dilanjutkan kembali pasca jam 23:00 setempat, kali ini oleh dua operator malam yang kedua-duanya berlatarbelakang teknik listrik dan tak satupun yang sebelumnya pernah bekerja di lingkungan reaktor. Daya reaktor diturunkan ke 700 - 1.000 MWt dengan memasukkan batang2 kendali otomatis, namun rupanya dua kru tak terlatih ini tak menyadari penurunan dayanya terlalu cepat. Pada kondisi ini produksi radioisotop Xenon-135 (salah satu produk samping reaksi fissi) jadi berlebih, padahal radioisotop ini dikenal sebagai "racun reaktor" karena menyerap neutron lambat dalam jumlah besar. Kontan daya reaktor anjlok ke 30 MWt. Operator tak menyadari adanya peracunan ini dan menganggap anjloknya daya lebih karena kegagalan daya, sehingga memutuskan menaikkan kembali batang kendali otomatis. Tindakan ini sangat menyalahi aturan, karena pada prosedur standarnya, begitu daya anjlok maka reaktor harus segera dimatikan.

Naiknya batang kendali otomatis hanya sanggup mengangkat daya ke 200 MWt saja, atau sepertiga dari daya nominal yang dibutuhkan untuk eksperimen. Namun operator merasa pada daya rendah itupun eksperimen bisa dilakukan. Maka pada pukul 01:05 setempat, operator menghidupkan seluruh pompa pendingin cadangan yang mengirimkan air pendingin berlebihan ke dalam reaktor, melampaui batas maksimum volume air dalamb reaktor yang diperkenankan. Selanjutnya batang kendali manual pun diangkat, hal yang lagi2 menyalahi prosedur operasi standar. Reaktor kini jadi sangat berbahaya karena tidak lagi memiliki batang kendali. Jika pada saat itu daya reaktor masih tetap rendah, alias jumlah neutron lambatnya tetap kecil, itu lebih disebabkan oleh kombinasi berlebihnya air dan Xenon-135 yang bisa menggantikan peran batang kendali.

Dalam keadaan demikian operator memutuskan untuk memulai eksperimen. Pukul 01:23, operator menutup katup uap ke turbogenerator. Putaran turbogenerator pun berkurang sehingga pasokan listrik ke pompa pendingin berkurang dan aliran pendingin jadi menyusut. Di dalam reaktor kini terbentuk lebih banyak uap dan celakanya diikuti dengan pembentukan gelembung2 air. Problem gelembung pun terjadi, sehingga daya reaktor segera menanjak. Dalam 5 detik pertama daya reaktor sudah bergerak ke angka 510 MWt. Pada tahap ini Xenon-135 mulai menghilang seiring makin banyaknya jumlah neutron. Sehingga dengan makin banyaknya air pendingin yang berubah menjadi uap, menghilangnya Xenon-135 dan dimatikannya ECCS, pengontrol daya reaktor menjadi tidak ada. Terjadilah ekskursi nuklir : kenaikan daya teramat cepat secara eksponensial pada waktu teramat singkat.

Operator yang panik segera menekan tombol SCRAM guna memasukkan semua batang kendali (baik manual maupun otomatis) ke dalam reaktor. Namun butuh waktu 20 detik agar batang kendali bisa masuk sepenuhnya ke dalam reaktor. Ketika suhu reaktor kian tinggi, gerak batang kendali pun macet, hanya bagian ujung grafit dan ruang kosong saja yang sempat masuk. Ini malah makin meningkatkan intensitas ekskursi nuklir. Dalam 20 detik itu daya reaktor sudah meningkat hingga 30.000 MWt alias sepuluh kali lipat dari daya normalnya.

Peningkatan daya luar biasa menghasilkan penguapan teramat brutal dimana semua cairan berubah jadi uap. Ini menghasilkan tekanan teramat besar yang merusak batang kendali, bahan bakar, grafit dan akhirnya menjebol atap beton reaktor yang tipis dalam ledakan uap. Andaikata reaktor dilindungi kubah double containment Mark-II setebal 2 meter seperti yang diterapkan pada reaktor2 lainnya, maka ledakan uap ini tidak akan terjadi. Ledakan uap ini segera disusul oleh reaksi uap air dengan grafit dan oksigen (dari udara luar yang masuk lewat lubang) dengan grafit sehingga timbul ledakan kedua yang tak kalah besarnya.

The China Syndrome

Pasca ledakan, reaksi oksigen dan grafit menyebabkan kebakaran besar pada reaktor. Inilah penyebab 4 % radioisotop - setara 9 ton - terloloskan ke lingkungan. Meski 4 dekade sebelumnya dunia sudah menyaksikan dahsyatnya bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki, pada 26 April 1986 itulah, untuk pertama kalinya sebuah reaktor bertenaga besar melepaskan radioisotopnya ke lingkungan dalam jumlah besar. Sekitar 5,4 ton radioisotop itu mendarat di Belarus. Namun sisanya terbang dibawa angin ke barat hingga menjangkau Kepulauan Inggris. Paparan radiasi tertinggi berada di gedung reactor mencapai 5,6 Roentgen/detik, 202 kali lipat lebih besar daripada ambang batas dosis mematikan 0,028 Roentgen/detik. Celakanya ledakan menyebabkan kerusakan dua dosimeter (pengukur radiasi) dengan limit 1.000 Roentgen/detik. Hanya tersisa dosimeter2 kecil dengan limit 0,001 Roentgen/detik, dan semuanya "off scale." Karena itu kru reaktor dipimpin Alexander Akimov menganggap dosis radiasi saat itu paling banter 0,001 Roentgen/detik, mengabaikan tanda2 seperti potongan grafit, pipa bahan bakar dan batang kendali yang berceceran di sekitar gedung reaktor. Sehingga mereka memutuskan bertahan dan terus memompakan air ke gedung reaktor.

Bantuan segera datang dari brigade pemadam kebakaran Chernobyl, dipimpin Vladimir Pravnik, yang tak diberitahu sama sekali bahwa yang dihadapi adalah reaktor RBMK-1000 yang telah bolong. Kerja keras mereka bersama kru reaktor berhasil memadamkan api di atas gedung reaktor dan gedung turbin pada jam 05:00. Namun dalam tiga minggu kemudian, sebagian besar kru reaktor dan pemadam ini telah meregang nyawa.

Pada senja 26 April, Kremlin membentuk komite penyelidik dan memerintahkan Valeri Legasov dari otoritas ketenaganukliran Uni Sovet ke Chernobyl. Ia menjumpai 2 orang telah tewas dan 52 dirawat di rumah sakit, dengan gejala2 nyata akibat paparan radiasi berlebihan. Dosimeternya juga menunjukkan tingkat paparan radiasi yang sangat tinggi di sejumlah titik. Pada 27 April 14:00 ia memerintahkan dimulainya evakuasi penduduk kota Pripyat dan sekitarnya. Agar tidak timbul kepanikan, detil bencana tidak diberitahukan kepada penduduk, dan agar beban tidak terlalu berat, diberitahukan kepada penduduk bahwa evakuasi bersifat temporal, hanya untuk 3 hari. Total penduduk yang dievakuasi sejumlah 336.000 orang.

Kepanikan justru merebak di Swedia, 1.100 km dari Chernobyl. Pada 27 April itu juga kru PLTN Forsmark mendeteksi lonjakan paparan radiasi yang spektakuler di lingkungan mereka. Anehnya dosis paparan radiasi di luar gedung jauh lebih besar dibanding di dalam gedung. Setelah konfirmasi ke PLTN2 lain di Swedia memastikan tidak ada reaktor mereka yang bocor, kecurigaan diarahkan ke PLTN2 Uni Soviet di kawasan Barat. Atas desakan Swedia, tak lama kemudian Mikhail Gorbachev mengumumkan bocornya salah satu reactor Soviet. Pernyataan sama juga dikeluarkan Boris Yeltsin yang sedang mengunjungi Berlin.

Horor Chernobyl belum usai. Meski reaktor RBMK-1000 telah jadi puing, sisa bahan bakar Uranium yang masih cukup besar (> 200 ton) dan puing2 grafit ternyata masih sanggup menjalankan reaksi fissi. Meski daya yang dihasilkan kecil, tiadanya cairan pendingin membuat grafit terus memanas. Maka kebakaran pun berlanjut di interior puing. Pada dasar puing, panas kebakaran bahkan cukup tinggi hingga sanggup membuat bahan bakar dan beton penyangga reaktor meleleh membentuk lava. Jika lava ini bisa menembus dasar bangunan dan tanah dibawahnya hingga mencapai cadangan air tanah dalam, maka kontak lava dengan air akan menciptakan erupsi freatoradiatik ("The China Syndrome"), ledakan uap berkekuatan besar yang sanggup membongkar tanah diatasnya membentuk kawah. Letusan ini akan memuntahkan debu terkontaminasi radioisotope hingga ketinggian 1 km. Jika ini terjadi, area yang tercemar dipastikan akan jauh lebih besar.

Untuk mencegah erupsi freatoradiatik, otoritas memutuskan puing reaktor RBMK-1000 harus dimatikan dan didinginkan. Lewat ratusan sorti penerbangan helikopter, ke bangunan reaktor dijatuhkan 5.000 ton bahan penyerap neutron berupa campuran pasir, lempung dan asam borat. Setelah puing reaktor dipastikan telah mati dan dingin, sebuah struktur sarkofagus raksasa dibangun untuk menyelubungi seluruh puing pada Desember 1986.

Jumlah radioisotop yang dilepaskan 160 kali lipat lebih besar dibanding bom Hiroshima (9 ton vs 55 kg). Sampai 2005, IAEA dan WHO mencatat jumlah korban tewas 56 orang (47 kru reaktor dan petugas pemadam kebakaran serta 9 anak2 penderita kanker tiroid). Dari 6,6 juta orang yang terpapar radioisotop, diperkirakan 9.000 diantaranya terpapar berat. Hingga 2002 dideteksi terdapat 4.000 kasus anak penderita kanker tiroid.


Sumber :
Chairul Hudaya
http://nuklir.info/reaktor/berita/fakta-dan-kronologi-kecelakaan-pltn-chernobyl.html
12 Desember 2008

Sumber Gambar:
http://justfordwix.blog.friendster.com/files/chernobyl.jpg

Pengenalan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Indonesia

Menjawab Keraguan akan SDM Nuklir Indonesia

Sejarah nuklir indonesia dimulai pada tanggal 16 November 1964 ketika ilmuwan-ilmuwan anak bangsa yang dipimpin Ir. Djali Ahimsa berhasil menyeleseikan criticality-experiment terhadap reaktor nuklir pertama Triga Mark II di Bandung. Pada keesokan harinya tertanggal 17 November 1964 Surat Kabar Harian Karya memberitakan soal kedatangan abad nuklir di Indonesia. Kemudian pada tanggal 18 November 1964 Radio Australia mengumumkan bahwa“Indonesia mampu membuat reaktor atom”. Disusul dengan ulasan dua menit oleh “stringer” AK Jacoby yang menulis : Indonesia masuk abad nuklir. Suatu hal yang sungguh membanggakan bahwa di umurnya yang masih 19 tahun, Indonesia berhasil melakukan apa yang negara - negara maju telah lakukan. Inilah bukti bahwa bangsa kita adalah sejajar dengan bangsa lain.

Hari Sabtu, tanggal 20 Februari 1964 reaktor pertama dengan daya 250 kW ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada waktu itu Ir.Soekarno. Reaktor ini digunakan untuk keperluanpelatihan, riset, produksi radio isotop. Reaktor ini mengalami dua kali pembongkaran untuk mengganti beberapa komponen utamanya pembongkaran pertama pada 1972 dipimpin Sutaryo Supadi dan yang kedua pada 1997 dipimpin Haryoto Djoyosudibyo dan A. Hanafiah.

Reaktor Nuklir Kartini yang berlokasi di Yogyakarta, merupakan Reaktor Nuklir yang dirancang bangun oleh anak bangsa.

Tidak cukup sampai disini pada tahun 1979. Indonesia mengoperasikan Reaktor kartini yang berdaya 100 kw yang didesain dan dirancang bangun oleh putra - putri terbaik bangsa. Pada tahun 1987 di serpong resmi dioperasikan reaktor serpong yang berdaya 30 Mw Pada pertengahan tahun 2000 TRIGA MARK II selesei diupgrade dengan daya 2000 kW, dan pengoperasiannya diresmikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri nama reaktor diubah menjadi Reaktor TRIGA 2000 Bandung.

Sadar akan kebutuhan SDM yang mahir dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir yang diperlukan untuk mampu memasuki Industri Nuklir maka pemerintah pada awal tahun 1980-an membentuk Jurusan Teknik Nuklir di Fakultas Teknik Nuklir UGM, Jurusan instrumentasi Nuklir dan Proteksi Radiasi di bagian Fisika UI, serta Pendidikan Ahli Teknik Nuklir di Yogyakarta (sekarang Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir). Namun pada tahun 1997 Program Nuklir Indonesia ( dalam hal ini perencanaan pembangunan PLTN ) berhenti yang salah satunya dikarenakan karena penemuan gas alam di kepulauan Natuna. Ini menyebabkan Jurusan Teknik Nuklir di UGM saat ini sudah berubah dan diganti menjadi Teknik Fisika, sedangkan Jurusan Instrumentasi dan juga Jurusan Proteksi Radiasi dari Bagian Fisika UI, ditutup. Namun saat ini masih terdapat kegiatan pendidikan tentang Iptek Nuklir di ITB sebagai bagian dari Departemen Fisika ITB (S1, S2, S3) dan juga di UGM (S3). Sehingga Praktis hanya di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir yang menjadi satu - satunya perguruan tinggi yang mencetak tenaga - tenaga profesional di bidang IPTEK Nuklir.

Sadar tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik Nasional jika hanya bertumpu pada pembangkit Listrik konvesional maka Pada Tahun 2005 Indonesia kembali menjalankan program nuklir ini. Pada tahun 2006 pemerintah menetapkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalu Kepres No 5 tahun 2006, yang mengamanatkan bahwa pada tahun 2025, energi terbarukan plus nuklir bisa mencapai kurang lebih 5 persen untuk kebutuhan listrik Indonesia.

Kerja sama dengan IAEA - meliputi persiapan pembangunan PLTN dan persiapan regulasi, kode, panduan, dan standar bagi PLTN -pun dirintis sejak 2005. Pada 2008, regulasinya diharapkan sudah siap. Saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sudah dibuat dan tinggal ditandatangani oleh Presiden. Kali ini rupanya pemerintah tidak main-main dalam rencananya ini, ini terlihat dalam kurun waktu berdekatan, Indonesia sudah menandatangani sejumlah nota kesepakatan kerja sama bidang nuklir dengan beberapa negara. Rusia, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat (AS).Disini sudah jelas, bahwa ternyata bangsa kita sudah memiliki cukup pengalaman dalam bidang teknologi yang satu ini. Anak- anak bangsa terbukti mampu mengoperasikan 3 reaktor nuklir di indonesia selama bertahun - tahun dengan bersih dan belum memiliki catatan buruk mengenai kecelakaan nuklir yang membahayakan lingkungan dan masyarakat. Sudah ada pula ribuan aplikasi nuklir yang dipakai di bidang kesehatan seperti pada proses radiasi kanker dan teknik isotop untuk pengembangan obat. Ini belum Ratusan aplikasi nuklir yang dipakai di bidang industri seperti dalam proses desalinasi air, pemuliaan tanaman, dan banyak lagi.

Ungkapan skeptis dan pesimis yang terhadap kemampuan SDM indonesia dalam teknologi nuklir, menurut saya tidak lebih dari sebuah mental inferior yang telah ditanamkan penjajah kepada kita selama bertahun - tahun, sehingga pemikiran ini bak warisan - diturunkan turun temurun dari generasi ke generasi, sehingga kita selalu berpikiran bahwa bangsa lain lebih hebat dari kita, bangsa lain lebih pandai dari kita. Padahal pada kenyataannya sekali - kali tidaklah demikian. Mental inferior inilah yang harus dihapuskan dari pemikiran para generasi muda jika bangsa kita ingin maju. Sejarah telah membuktikan bahwa kita mampu merdeka dengan keringat dan darah kita sendiri, dan bukan merupakan pemberian orang lain. Ini sebenarnya merupakan tanda bahwa kita adalah sejajar dengan bangsa - bangsa lain, bahwa bangsa ini merupakan bangsa besar yang juga mampu untuk melakukan apa yang bangsa lain telah lakukan demi kemajuan negerinya.

Sumber :
Zanuar
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=16306.0;wap2

BJ Habibie: PLT Nuklir Aman

Penggiat Teknologi sekaligus mantan Menteri Riset dan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibi) mendukung penuh pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk mengatasi krisis listrik di Indonesia.

"Saya berpendapat sudah waktunya dikeluarkan deklarasi mengenai PLTN ini. Saya mendukung penuh pembangunan PLTN, karena sudah tidak ada jalan lagi," kata Habibie usai seminar bertajuk 'PLTN Menjamin Ketahanan Penyediaan Listrik Nasional' di hotel Grand Melia, Jakarta, Rabu (3/1/2010).

Habibie menambahkan, bidang pendidikan, penelitian, dan lapangan kerja sangat membutuhkan energi yang banyak. Sebelumnya juga sudah dilakukan penelitian dan diketahui bahwa mengenai anggaran, jika ada investor baik dari dalam maupun luar negeri yang mau berinvestasi tidak ada masalah.

"Saya rasa hal ini tidak selalu harus kita serahkan kepada pemerintah melulu," kata Habibie.

Isu nuklir sering dianggap sensitif karena berkaitan dengan dampaknya yang dirasa membahayakan lingkungan dan makhluk hidup. Namun Habibie kemudian menampiknya.

"Itu berlebihan, kita sudah lakukan penelitian. Nuklir terbukti aman dan bisa memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak," tandas Habibie. (rah)

Sumber :
Rizka Diputra - Okezone
http://techno.okezone.com/read/2010/02/03/56/300444/bj-habibie-plt-nuklir-aman
3 Februari 2010

Pakar Internasional: Israel Miliki 300 Hulu Ledak Nuklir

Lembaga internasional yang berbasis di London "institute for strategic studies" memperkirakan bahwa Israel saat ini memiliki 200 hulu ledak nuklir, sementara itu informasi lain yang diungkapkan oleh majalah Inggris yang khusus membahas masalah-masalah pertahanan mengatakan bahwa Israel memiliki antara 200-300 hulu ledak nuklir.

Seorang analis Inggris spesialis pertahanan di Inggris bernama Jane mengatakan hari Sabtu kemarin (10/4) bahwa Israel adalah negara terbesar keenam di dunia dalam bidang persenjataan nuklir, ia menambahkan bahwa senjata nuklir yang dimiliki oleh Israel sama dengan yang dimiliki Inggris.

Menurut Jane, kekuatan strategis Israel dapat dikerahkan oleh rudal Yerikho 2, yang memiliki jangkauan hingga 4.500 kilometer, atau rudal yang berusia lima tahun Yerikho 3, yang bisa mencapai jangkauan jelajah hingga 7.800 kilometer.

Hal ini juga diyakini bahwa rudal-rudal kepaka nuklir Israel bisa disebarkan melalui udara, menggunakan pesawat jet tempur F-16, dan bahkan lewat laut, menggunakan armada kapal selam, memberikan kesempatan untuk melakukan serangan kedua jika sistem pertahanan darat diserang.(fq/pic)

Sumber :
http://www.eramuslim.com/berita/dunia/pakar-internasional-israel-miliki-300-hulu-ledak-nuklir.htm
11 April 2010

Haruskah Indonesia menggunakan Tenaga Nuklir?

Keinginan Indonesia untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menimbulkan kegelisahan di seluruh kawasan Asia Tenggara dan Australia. Pemerintah Indonesia sudah memesan beberapa studi kelayakan untuk pembangunan PLTN berkapasitas 1.800 MW yang mungkin akan dibangun di desa Ujungwatu di Semenanjung Muria. Menurut laporan Kompas 31 Januari 1996, Pembangunan PLTN di sana akan dimulai tahun 1998 dan diharapkan mulai berproduksi tahun 2003.

Kepulauan Indonesia — terutama pulau Jawa — dikenal mempunyai ketidakmantapan geotektonik. Oleh karena ini banyak orang di negara-negara tetangga Indonesia prihatin akan akibat-akibat yang mungkin timbul kalau ada kecelakaan yang disebabkan oleh gempa bumi atau letusan gunung berapi.

Kecelakaan PLTN Chernobyl beberapa tahun lalu membuktikan bahwa debu radioaktip dari suatu kecelakaan PLTN bisa menyebar hingga beribu-ribu kilometer jauhnya dari tempat kecelakaan. Beribu-ribu orang meninggal dunia akibat kecelakaan itu, dan berjuta-juta orang lainnya menderita karena lingkungan hidup mereka dicemari debu radioaktip.

Pulau Jawa sendiri adalah salah satu tempat yang terpadat penduduknya di dunia. Debu radioaktip dari suatu kecelakaan PLTN di Jawa, selain merusak lingkungan setempat, pasti akan mempengaruhi setiap tetangganya: Australia, Singapura, Malaysia, Brunei, Muang Thai, Papua Nugini, Pilipina, Vietnam dan Kamboja. Tergantung arah angin pada waktu kecelakaannya sebuah awan radioaktip mungkin bisa menyebar sejauh Selandia Baru!

Dalam kasus Australia, akibat ekonomi dari kecelakaan PLTN akan merupakan bencana besar untuk seluruh wilayahnya. Lebih dari 15% pendapatan ekspor Australia diperoleh dari produksi pertanian. Nama baik Australia sebagai leveransir makanan yang sehat dan besih dengan segera akan dirusakkan dan tidak dapat diperbaiki. Akibatnya ketegangan akan mucul dalam hubungan Australia dan Indonesia.

Apakah Menteri Negara Riset dan Teknologi BJ Habibie sudah bulat tekad dengan proyek ini? Sampai sekarang dia masih mengeluarkan beberapa pernyataan yang melukiskan kebimbangannya akan proyek ini.

Walaupun kami sadar bahwa keputusan itu adalah hak otonomi pemerintah Indonesia, sebagai seorang warga Australia, saya yakin bahwa sebagian besar penduduk Australia sungguh-sungguh berharap bahwa pada akhirnya kesadaran atas besarnya resiko PLTN, yang tidak mengenal batas negara, akan menjadi cukup kuat untuk membatalkan rencana proyek PLTN ini.

Indonesia mempunyai sangat banyak sumber tenaga yang belum dikembangkan, tetapi sayang sekali bahwa sedikit pikiran saja diberikan ke cara-cara alternatif untuk menghasilkan tenaga listrik. Misalnya di Indonesia tenaga listik bisa dibangkitkan dari panas bumi, atau tenaga geotermis. Bertahun-tahun Pembangkit Listrik Tenaga Geotermis dijalankan di Alaska dan Selandia Baru dengan memakai teknologi yang tidak membahayakan kehidupan manusia atau lingkungkan alam kita.

Indonesia juga mempunyai cadangan gas alam besar sekali yang bisa dipergunakan untuk menghasilkan tenaga listrik. Gas alam merupakan bahan bakar yang jauh lebih bersih dibandingkan minyak bumi atau batu bara, dan menghasilkan jauh lebih seditkit polutan udara.

Teknologi yang dipakai untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam sudah lama didirikan, agak murah, dan aman dipakai. Selain itu masih banyak sumber tenaga lain seperti air, angin dan sinar matahari.

Kita harap debat umum di Indonesia tentang usul PLTN di Muria akan memberi lebih banyak perhatian ke alternatif-alternatif pembangkit listrik tenaga nuklir. Juga kita harapkan bahwa pemerintah Indonesia, dalam mengambil keputusan tentang PLTN, akan memperhatikan keprihatinan banyak orang, baik tentang linkungan alam maupun keberatan tetangga-tetangga dan sekutu-sekutu Indonesia.


Sumber :
Gary Dean
http://okusi.net/garydean/works/PLTN.html
November 1996

Tenaga Nuklir Ramah Lingkungan

Seiring fenomena pemanasan global menjadi semakin nyata, tuntutan dari berbagai pihak kepada pemerintah untuk mencari solusi pembangkit listrik beremisi rendah mulai berdatangan. Namun dengan hampir tujuh miliar penduduk di seluruh dunia, kalangan ilmuwan pun menyangsikan kemampuan dari penggunaan ‘energi yang dapat diperbarui’ dapat memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat dari berbagai negara.

Perkembangan terbaru teknologi nuklir serta penelitian yang sedang berlangsung untuk meminimalkan risiko penggunaan tenaga jenis ini, telah memberikan sebuah pandangan baru dalam kemungkinan penggunaan tenaga nuklir.

Pada Februari lalu, perusahaan raksasa Microsoft mengumumkan kepada publik mengenai investasi puluhan juta dolar dalam menciptakan sebuah desain reaktor yang inovatif, yang merupakan bagian dari proyek “Philanthropic” Microsoft dalam menciptakan sejenis energi ajaib. Seminggu setelahnya, Presiden AS Barack Obama juga mengumumkan kepada publik bahwa pemerintah AS akan menyediakan pinjaman lebih dari 8 miliar dolar untuk membangun pembangkit tenaga nuklir, yang merupakan pembangunan pembangkit tenaga nuklir pertama setelah terjadinya bencana di pulau Three Mile pada 1979 silam. Pinjaman ini merupakan bagian awal dari proyek nuklir senilai 54,5 miliar dolar.

Kini, sejalan dengan tuntutan Puncak Pertemuan Keamanan Nuklir 2010, Obama telah menggariskan sejumlah masalah terkait pelucutan senjata dan pengendalian bahan nuklir melalui negosiasi internasional yang masih sedang berlangsung (Pakta Non-Proliferasi Nuklir - NPT).

Meskipun telah mengalami perbaikan besar dalam aspek keselamatan, penggunaan tenaga nuklir yang diduga kuat merupakan tenaga yang bebas karbon ini masih menghadapi dua kendala utama, yakni: penggunaan tenaga nuklir dapat menghasilkan limbah radioaktif yang baru dapat mati setelah melewati ribuan tahun, di samping itu, fenomena “pengeksploitasian uranium secara besar-besaran” sudah diprediksi, yang berarti pula dibutuhkan banyak minyak bumi dalam proses pengeksploitasiannya (seperti penambangan, pengolahan dan pembangunan konstruksi tambangnya). Maka dari itu, kehadiran uranium bukanlah merupakan jawaban yang bebas masalah maupun sebuah solusi jangka panjang.

Pada Maret lalu di Universitas Sydney, seorang ilmuwan NASA yang juga ahli perubahan iklim, Dr James Hansen, menekankan bahwa di negara-negara maju seperti Jerman, saat ini hanya mampu menghasilkan 7 persen energi terbarukan untuk menyuplai kebutuhan energi di negaranya. Sebagai dampaknya, kalangan industri pun mulai meninggalkan Jerman karena hal ini telah mengakibatkan naiknya harga listrik.

Hansen mengatakan bahwa di tujuh negara, termasuk Prancis dan China, telah memiliki keahlian dalam bidang nuklir dan telah mengembangkan teknologi reaktor nuklir mereka sampai tahap generasi IV (Gen IV) tanpa adanya kekurangan.

Namun begitu, Dr. Mark Diesendorf, yang juga penulis buku “Solusi Rumah Kaca dengan Energi Berkelanjutan” tidak yakin akan pernyataan ini. “Di samping tantangan utama dalam isu kemiskinan global dan ketidak-adilan, masih ada dua tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia dalam abad ke-21, yaitu perubahan iklim dan perang nukir. Sangatlah tidak masuk akal untuk menyelesaikan satu masalah dengan memperbesar kemungkinan lainnya.” ujarnya.

Dalam bukunya yang populer berjudul Sustainable Energy – Without the Hot Air (Energi Berkelanjutan – Tanpa Udara Panas), Dr. David MacKay secara komprehensif membahas sejumlah sumber energi ramah yang dapat digunakan berdasarkan perhitungan yang cermat. Dr. David MacKay kini bekerja di Departemen Fisika Universitas Cambridge, ia juga merupakan penasihat ilmiah utama Departemen Energi dan Perubahan Iklim di Inggris.

Dalam salah satu bab yang mengulas tenaga nuklir, MacKay mengamati masalah limbah radio aktif dan menyimpulkan: “Seribu tahun adalah waktu yang sangat lama jika dibandingkan dengan kemampuan hidup sebuah pemerintahan dan negaranya! Namun mengingat volume limbahnya yang sangat kecil, saya merasa limbah nuklir (radio aktif) hanyalah sebuah kekhawatiran kecil bila dibandingkan berbagai jenis limbah lainnya yang kita hasilkan bagi generasi mendatang.” Sementara dalam seksi lain mengenai perencanaan energi global yang efektif, MacKay menulis bahwa, “Untuk menyelesaikan permasalahan yang terus bertambah, kita perlu bergantung pada satu atau lebih bentuk energi yang dapat diperbarui seperti tenaga matahari, atau menggunakan tenaga nuklir, ataupun keduanya.“

Ketika penelitian MacKay lebih berfokus pada pemenuhan kebutuhan energi dengan cara yang kurang ekonomis, para peneliti lainnya mulai menyetujui pendapat Hansen mengenai permasalahan biaya yang tinggi untuk menghasilkan sumber energi terbarukan. Dr Barry Brook (Direktur Ilmu Iklim di Institut Lingkungan Universitas Adelaide) dalam tinjauannya mengenai masalah nuklir bersama Martin Nicholson (penulis buku Energy in a Changing Climate) baru-baru ini menyatakan: “Sumber energi terbarukan (seperti angin dan matahari) menggunakan lebih banyak bahan baku dalam menciptakan tiap unit energinya dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga nuklir yang telah ada sekarang. Di samping itu, energi ini juga menghasilkan emisi yang lebih tinggi dalam proses produksi dan penggunaannya.”

Uranium bukanlah satu-satunya reaktor bahan bakar yang berada dalam pengawasan. Ketika penelitian terhadap thorium mulai dilakukan kembali, terutama di negara India dan Rusia, reaktor thorium mulai mendapat perhatian kembali, dimana thorium dapat menghasilkan plutonium, dan thorium bisa “membakar” persediaan energi yang ada.

Namun begitu, menurut Asosiasi Nuklir Dunia, masalah yang melibatkan biaya tinggi dalam fabrikasi bahan bakar sebagai akibat kontaminasi isotop uranium dapat menghasilkan kemungkinan resiko dalam proliferasi senjata. Tapi menurut Kirk Sorensen (Advokat Thorium yang juga Insinyur NASA) uranium yang tidak stabil ini membuatnya mudah terdeteksi dan sangat sulit untuk membuat segala jenis senjata apapun dari hal itu.

Meskipun siklus thorium jauh lebih bersih, aman, efisien, dan lebih berkelanjutan dibandingkan uranium, Sorensen berpendapat bahwa keuntungan yang paling mendasar dari thorium adalah penggunaan biayanya yang lebih rendah dibandingkan reaktor lainnya. Semangat visionernya telah menempatkan thorium kembali dalam sorotan publik. “Tujuan akhir dari pembuktian potensi thorium adalah jaminan tercukupinya kebutuhan energi selama puluhan ribu tahun bagi sebuah dunia yang menggunakan thorium sebagai sumber energinya.”

Namun demikian, kritik skeptis terhadap hal ini tetap ada. Pemerhati masalah nuklir, Dr. Richard Broinowski, yang juga penulis buku “Fact or Fission? The Truth About Australia’s Nuclear Ambitions (Fakta atau Pemecahan? Kebenaran Sesungguhnya dari Ambisi Nuklir Australia)” menegaskan kembali tentang fakta dari penggunaan thorium tak lain adalah menghasilkan sebuah benda sekelas bom uranium. Dia mengatakan bahwa ada banyak propaganda tentang kekuatan nuklir dan penelitian terhadap keamanan reaktor generasi keempat (Gen IV) masih sangat teoritis dan belum dapat dibuktikan.”

Rencana energi global yang disarankan oleh MacKay untuk mengatasi dampak perubahan iklim disampaikannya dengan beberapa solusi, seperti pengenaan pajak bagi penghasil polusi, penciptaan alat penyerap dan penyimpan karbon, pengurangan tingkat konsumsi, dan lain-lain.

Mengingat setiap negara berbeda menggunakan berbagai solusi energi berdasarkan Energy in a Changing Climate permintaan dan ketersediaan sumber daya di masing-masing negara, tampaknya tenaga nuklir yang ada sekarang maupun yang ada dalam generasi berikutnya akan menjadi jawaban untuk menghadapi tantangan berat menghentikan pemanasan global, tak peduli kita setuju atau tidak. (Cassie Ryan/The Epoch Times/sun)


Sumber :
http://erabaru.net/iptek/55-iptek/14953-tenaga-nuklir-ramah-lingkungan
28 Juni 2010