Minggu, 17 Oktober 2010

Fakta dan Kronologi Kecelakaan PLTN Chernobyl

Dibawah ini saya dokumentasikan tulisan dari Pak Ma'rufin Sudibyo, salah satu pakar fisika Indonesia yang menjelaskan mengenai kronologi kecelakaan pada PLTN Chernobyl. Tulisan ini saya dapatkan dari milis Fisika Indonesia yang diposting beliau bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2008. Mudah mudahan bermanfaat dan menambah pengetahuan anda.

--------------------------------------------------------

Kecelakaan nuklir Chernobyl itu sejajar dengan kasus lumpur panas sumur Banjar Panji-1 di Porong Sidoarjo.Yakni sama2 berangkat dari tujuan baik (pada Chernobyl berpangkal dari eksperimen pembangkitan daya darurat, pada Banjar Panji-1 untuk mencari migas), namun dilaksanakan tanpa mematuhi prosedur standar (pada Chernobyl semua prosedur standar keamanan operasi reaktor dilanggar, pada Banjar Panji-1 ngebornya ugal2an dan ngeyel). Akhirnya terjadilah bencana. Andaikata dua operator reaktor unit 4 PLTN Chernobyl tidak nekat melanjutkan eksperimennya pada 26 April 1986 lepas tengah malam, barangkali tragedi takkan pernah terjadi. Namun tragedi itu juga membuka mata dunia akan persoalan cacat desain reaktor dan manajemen pembangkit yang "ajaib" di eks-Uni Soviet.

Sebelum tragedi April 1986 PLTN Chernobyl hanyalah kompleks pembangkit tak terlalu dikenal di Ukraina, bahkan juga di kalangan petugas pemadam kebakaran setempat (yang akhirnya justru menjadi korban pertamanya). PLTN ini berlokasi di koordinat 51,3872 LU 30,1114 BT, berdekatan dengan perbatasan Belarus. Terdapat 4 unit reaktor : reaktor unit 1 mulai beroperasi pada 1977, reaktor unit 2 pada 1978, reaktor unit 3 pada 1981 dan reaktor unit 4 pada 1983. Keseluruhan unit menghasilkan daya 4.000 MWe yang menyuplai 10 % kebutuhan listrik Ukraina.

PLTN ini memakai reaktor RBMK-1000, yakni reaktor air mendidih (boiling water reactor/BWR) berdaya termal 3.200 MWt dengan moderator (bahan pelambat neutron) dari grafit (karbon). Pendinginnya air biasa, yang diambilkan dari Sungai Pripyat didekatnya dan didestilasi dulu, untuk kemudian dialirkan secara vertikal dengan inlet dibawah dan dididihkan di dalam reaktor untuk memproduksi uap bertekanan tinggi yang memutar turbogenerator pembangkit listrik. Grafit dipilih sebagai moderator karena murah dan tersedia melimpah di Siberia. Untuk mengendalikan reactor digunakan batang kendali dari batang boron karbida berujung grafit. Di antara ujung grafit dan batang boron karbida terdapat ruang kosong sepanjang 1 m yang bakal terisi air pendingin ketika dimasukkan ke dalam reaktor. Ada dua tipe batang kendali : manual dan otomatis. Sebagai bahan bakar digunakan Uranium diperkaya (kadar U-235 3,8 %) sejumlah 220 ton.Konsekuensinya ukuran reaktor RBMK-1000 memang besar.

Reaktor RBMK-1000 unggul dalam efisiensi (34 %, bandingkan dengan reaktor2 tipe tekan/pressurized reactor yang berkisar 29 - 31 %) dan penggantian bahan bakar saat tetap menyala. Reaktor2 tipe lainnya (kecuali PHWR-CANDU yang dipasarkan Canada) harus dimatikan dahulu untuk mengganti bahan bakarnya. Meski begitu dalam prosedur pengoperasiannya, selama 1 tahun penuh reaktor hanya dijalankan 9 bulan saja dengan 3 bulan sisanya untuk perbaikan dan perawatan rutin, termasuk penggantian bahan bakar.

Namun keunggulan2 ini tidak seberapa dibandingkan dengan kelemahan2nya. Sebagai reaktor air mendidih bermoderator grafit, RBMK-1000 memiliki "problem gelembung", kondisi dimana adanya gelembung2 dalam pendingin saat proses pembentukan uap bisa mengacaukan pengendalian reaktor, karena gelembung2 itu meningkatkan jumlah neutron lambat. Kondisi ini sangat dirasakan RBMK-1000 ketika berada dalam daya rendah, baik ketika dalam proses dinyalakan (start-up) maupun dimatikan (shut-down).

Kelemahan lain ada pada batang kendalinya. Grafit dan ruang kosong berisi air di batang kendali mengakibatkan peningkatan daya temporal di detik2 pertama saat batang kendali masuk ke reaktor, karena sifat grafit dan air pendingin yang memoderasi neutron. Bila terjadi kondisi batang kendali gagal masuk sepenuhnya karena macet (entah kejepit atau apa) sehingga bagian boron karbidanya tidak bisa masuk, maka reaktor tidak bisa mati, justru dayanya malah melambung terus.

Aliran pendingin juga menjadi salah satu titik lemah. Dengan model aliran vertikal dan inletnya dari bawah, maka terdapat suhu pendingin di dalam reaktor jadi takhomogen, dimana di bagian atas lebih besar dibanding bagian bawah. Kondisi ini bisa berbahaya jika terjadi penguapan total pada bagian atas sehingga bahan bakar disana tak terdinginkan sepenuhnya. Selain bisa meningkatkan daya secara mendadak, kondisi ini juga beresiko pada melelehnya bahan bakar. Pendinginan vertikal juga memaksa pompa pendingin untuk terus menerus bekerja meski daya reaktor sudah sangat rendah sehingga tidak sanggup lagi membangkitkan listrik yang cukup.

Dan akhirnya, sebagai reaktor berukuran besar, RBMK-1000 hanya dilindungi oleh satu lapis dinding beton tipis guna menghemat biaya. Tak ada system pelindung bergandab sebanyak lima lapis sebagaimana yang distandarkan pada reaktor2 tipe lainnya. So, reaktor yang secara desain sudah cacat ini tidak mempunyai pelindung yang layak, sehingga jika terjadi kecelakaan peluang terlepasnya radioisotop ke lingkungan cukup besar dibanding reaktor2 tipe lain.

Kompleks PLTN Chernobyl dilayani oleh manajemen "ajaib" yang tidak berpengalaman sama sekali dalam mengoperasikan reaktor bertenaga besar. V.P. Bryukhanov, direktur, hanya berpengalaman di PLTU tanpa pernah sekalipun ke PLTN. Nikolai Fomin, insinyur kepala, juga lama bekerja di lingkungan PLTU. Hanya Anatoliy Dyatlov, wakil insinyur kepala, yang pernah bekerja dengan reaktor itupun hanya pada reaktor berdaya rendah.

Diduga kuat pemilihan manajemen tidak didasarkan pada kepakaran dan kemampuannya dalam teknologi nuklir, namun lebih pada loyalitasnya terhadap Partai Komunis Uni Soviet. Manajemen juga tidak pernah diberitahu otoritas ketenaganukliran Uni Soviet tentang sifat khas RBMK-1000 dan prosedur operasi daruratnya ketika berada dalam daya rendah. Singkatnya, manajemen 'buta' terhadap titik2 lemah RBMK-1000. Kombinasi cacat desain dan manajemen "ajaib" inilah yang berpuncak pada tragedi 26 April 1986.

Ekskursi Nuklir

Salah satu masalah yang menggayuti manajemen adalah bagaimana menjaga pompa pendingin tetap bekerja meski aliran listrik putus. Reaktor RBMK-1000 membutuhkan aliran pendingin terus menerus karena sifatnya vertikal. Sementara jika terjadi kerusakan sistim pembangkit listrik, aliran listrik ke pompa pendingin menghilang. Memang tiap unit reaktor telah dilengkapi dengan sepasang generator diesel otomatis, namun baru bisa menyuplai aliran listrik 40 detik setelah aliran listrik utama putus. Kondisi ini bisa menyebabkan perlambatan aliran pendingin, dan berpotensi menimbulkan kehilangan aliran pendingin (LOHSA : lostof heat sink accident).

Manajemen tidak menghendaki hal itu terjadi terutama setelah kasus LOCA (lost of coolant accident, setingkat lebih parah dibanding LOHSA) yang sampai melelehkan sebagian reaktor unit 2 PLTN Three Mile Islands, Pennsylvania (AS), 28 Maret 1979. Untuk itu dicoba memanfaatkan putaran sisa turbogenerator guna pembangkitan daya darurat untuk menggerakkan pompa pendingin selama minimum 40 detik. Eksperimen sejenis pernah sukses dilakukan pada 1983 di reaktor unit 1 tanpa masalah apapun dengan mematuhi semua prosedur standar, meski hasilnya negatif : turbogenerator tak sanggup memasok daya mencukupi.

Setelah dilakukan pengembangan2 tambahan pada turbogenerator, dirasakan perlu adanya eksperimen ulang. Pilihan jatuh pada reaktor unit 4 dengan setting waktu pada Jumat 25 April 1986, mengingat reaktor ini memang hendak dimatikan guna menjalani perawatan dan perbaikan rutin setelah menyala selama lebih dari setahun penuh.

Eksperimen sudah siap dijalankan pada tengah hari 25 April. Sebagai awalnya system pendingin darurat (ECCS : emergency core coolant system) dimatikan, meski
dalam prosedur operasi standar hal ini sama sekali tidak diperbolehkan. Namun mendadak otoritas kelistrikan Kiev meminta manajemen PLTN Chernobyl menjaga pasokan listriknya ke jaringan sampe jam 11 malam untuk mengantisipasi lonjakan penggunaan daya. Manajemen menyetujui hal itu sehingga daya reactor yang sudah terlanjur diturunkan ke 1.600 MWt tidak direduksi lagi. Selama 12 jam kemudian reaktor beroperasi dengan output 50 % dari normal dan tanpa ECCS.

Eksperimen dilanjutkan kembali pasca jam 23:00 setempat, kali ini oleh dua operator malam yang kedua-duanya berlatarbelakang teknik listrik dan tak satupun yang sebelumnya pernah bekerja di lingkungan reaktor. Daya reaktor diturunkan ke 700 - 1.000 MWt dengan memasukkan batang2 kendali otomatis, namun rupanya dua kru tak terlatih ini tak menyadari penurunan dayanya terlalu cepat. Pada kondisi ini produksi radioisotop Xenon-135 (salah satu produk samping reaksi fissi) jadi berlebih, padahal radioisotop ini dikenal sebagai "racun reaktor" karena menyerap neutron lambat dalam jumlah besar. Kontan daya reaktor anjlok ke 30 MWt. Operator tak menyadari adanya peracunan ini dan menganggap anjloknya daya lebih karena kegagalan daya, sehingga memutuskan menaikkan kembali batang kendali otomatis. Tindakan ini sangat menyalahi aturan, karena pada prosedur standarnya, begitu daya anjlok maka reaktor harus segera dimatikan.

Naiknya batang kendali otomatis hanya sanggup mengangkat daya ke 200 MWt saja, atau sepertiga dari daya nominal yang dibutuhkan untuk eksperimen. Namun operator merasa pada daya rendah itupun eksperimen bisa dilakukan. Maka pada pukul 01:05 setempat, operator menghidupkan seluruh pompa pendingin cadangan yang mengirimkan air pendingin berlebihan ke dalam reaktor, melampaui batas maksimum volume air dalamb reaktor yang diperkenankan. Selanjutnya batang kendali manual pun diangkat, hal yang lagi2 menyalahi prosedur operasi standar. Reaktor kini jadi sangat berbahaya karena tidak lagi memiliki batang kendali. Jika pada saat itu daya reaktor masih tetap rendah, alias jumlah neutron lambatnya tetap kecil, itu lebih disebabkan oleh kombinasi berlebihnya air dan Xenon-135 yang bisa menggantikan peran batang kendali.

Dalam keadaan demikian operator memutuskan untuk memulai eksperimen. Pukul 01:23, operator menutup katup uap ke turbogenerator. Putaran turbogenerator pun berkurang sehingga pasokan listrik ke pompa pendingin berkurang dan aliran pendingin jadi menyusut. Di dalam reaktor kini terbentuk lebih banyak uap dan celakanya diikuti dengan pembentukan gelembung2 air. Problem gelembung pun terjadi, sehingga daya reaktor segera menanjak. Dalam 5 detik pertama daya reaktor sudah bergerak ke angka 510 MWt. Pada tahap ini Xenon-135 mulai menghilang seiring makin banyaknya jumlah neutron. Sehingga dengan makin banyaknya air pendingin yang berubah menjadi uap, menghilangnya Xenon-135 dan dimatikannya ECCS, pengontrol daya reaktor menjadi tidak ada. Terjadilah ekskursi nuklir : kenaikan daya teramat cepat secara eksponensial pada waktu teramat singkat.

Operator yang panik segera menekan tombol SCRAM guna memasukkan semua batang kendali (baik manual maupun otomatis) ke dalam reaktor. Namun butuh waktu 20 detik agar batang kendali bisa masuk sepenuhnya ke dalam reaktor. Ketika suhu reaktor kian tinggi, gerak batang kendali pun macet, hanya bagian ujung grafit dan ruang kosong saja yang sempat masuk. Ini malah makin meningkatkan intensitas ekskursi nuklir. Dalam 20 detik itu daya reaktor sudah meningkat hingga 30.000 MWt alias sepuluh kali lipat dari daya normalnya.

Peningkatan daya luar biasa menghasilkan penguapan teramat brutal dimana semua cairan berubah jadi uap. Ini menghasilkan tekanan teramat besar yang merusak batang kendali, bahan bakar, grafit dan akhirnya menjebol atap beton reaktor yang tipis dalam ledakan uap. Andaikata reaktor dilindungi kubah double containment Mark-II setebal 2 meter seperti yang diterapkan pada reaktor2 lainnya, maka ledakan uap ini tidak akan terjadi. Ledakan uap ini segera disusul oleh reaksi uap air dengan grafit dan oksigen (dari udara luar yang masuk lewat lubang) dengan grafit sehingga timbul ledakan kedua yang tak kalah besarnya.

The China Syndrome

Pasca ledakan, reaksi oksigen dan grafit menyebabkan kebakaran besar pada reaktor. Inilah penyebab 4 % radioisotop - setara 9 ton - terloloskan ke lingkungan. Meski 4 dekade sebelumnya dunia sudah menyaksikan dahsyatnya bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki, pada 26 April 1986 itulah, untuk pertama kalinya sebuah reaktor bertenaga besar melepaskan radioisotopnya ke lingkungan dalam jumlah besar. Sekitar 5,4 ton radioisotop itu mendarat di Belarus. Namun sisanya terbang dibawa angin ke barat hingga menjangkau Kepulauan Inggris. Paparan radiasi tertinggi berada di gedung reactor mencapai 5,6 Roentgen/detik, 202 kali lipat lebih besar daripada ambang batas dosis mematikan 0,028 Roentgen/detik. Celakanya ledakan menyebabkan kerusakan dua dosimeter (pengukur radiasi) dengan limit 1.000 Roentgen/detik. Hanya tersisa dosimeter2 kecil dengan limit 0,001 Roentgen/detik, dan semuanya "off scale." Karena itu kru reaktor dipimpin Alexander Akimov menganggap dosis radiasi saat itu paling banter 0,001 Roentgen/detik, mengabaikan tanda2 seperti potongan grafit, pipa bahan bakar dan batang kendali yang berceceran di sekitar gedung reaktor. Sehingga mereka memutuskan bertahan dan terus memompakan air ke gedung reaktor.

Bantuan segera datang dari brigade pemadam kebakaran Chernobyl, dipimpin Vladimir Pravnik, yang tak diberitahu sama sekali bahwa yang dihadapi adalah reaktor RBMK-1000 yang telah bolong. Kerja keras mereka bersama kru reaktor berhasil memadamkan api di atas gedung reaktor dan gedung turbin pada jam 05:00. Namun dalam tiga minggu kemudian, sebagian besar kru reaktor dan pemadam ini telah meregang nyawa.

Pada senja 26 April, Kremlin membentuk komite penyelidik dan memerintahkan Valeri Legasov dari otoritas ketenaganukliran Uni Sovet ke Chernobyl. Ia menjumpai 2 orang telah tewas dan 52 dirawat di rumah sakit, dengan gejala2 nyata akibat paparan radiasi berlebihan. Dosimeternya juga menunjukkan tingkat paparan radiasi yang sangat tinggi di sejumlah titik. Pada 27 April 14:00 ia memerintahkan dimulainya evakuasi penduduk kota Pripyat dan sekitarnya. Agar tidak timbul kepanikan, detil bencana tidak diberitahukan kepada penduduk, dan agar beban tidak terlalu berat, diberitahukan kepada penduduk bahwa evakuasi bersifat temporal, hanya untuk 3 hari. Total penduduk yang dievakuasi sejumlah 336.000 orang.

Kepanikan justru merebak di Swedia, 1.100 km dari Chernobyl. Pada 27 April itu juga kru PLTN Forsmark mendeteksi lonjakan paparan radiasi yang spektakuler di lingkungan mereka. Anehnya dosis paparan radiasi di luar gedung jauh lebih besar dibanding di dalam gedung. Setelah konfirmasi ke PLTN2 lain di Swedia memastikan tidak ada reaktor mereka yang bocor, kecurigaan diarahkan ke PLTN2 Uni Soviet di kawasan Barat. Atas desakan Swedia, tak lama kemudian Mikhail Gorbachev mengumumkan bocornya salah satu reactor Soviet. Pernyataan sama juga dikeluarkan Boris Yeltsin yang sedang mengunjungi Berlin.

Horor Chernobyl belum usai. Meski reaktor RBMK-1000 telah jadi puing, sisa bahan bakar Uranium yang masih cukup besar (> 200 ton) dan puing2 grafit ternyata masih sanggup menjalankan reaksi fissi. Meski daya yang dihasilkan kecil, tiadanya cairan pendingin membuat grafit terus memanas. Maka kebakaran pun berlanjut di interior puing. Pada dasar puing, panas kebakaran bahkan cukup tinggi hingga sanggup membuat bahan bakar dan beton penyangga reaktor meleleh membentuk lava. Jika lava ini bisa menembus dasar bangunan dan tanah dibawahnya hingga mencapai cadangan air tanah dalam, maka kontak lava dengan air akan menciptakan erupsi freatoradiatik ("The China Syndrome"), ledakan uap berkekuatan besar yang sanggup membongkar tanah diatasnya membentuk kawah. Letusan ini akan memuntahkan debu terkontaminasi radioisotope hingga ketinggian 1 km. Jika ini terjadi, area yang tercemar dipastikan akan jauh lebih besar.

Untuk mencegah erupsi freatoradiatik, otoritas memutuskan puing reaktor RBMK-1000 harus dimatikan dan didinginkan. Lewat ratusan sorti penerbangan helikopter, ke bangunan reaktor dijatuhkan 5.000 ton bahan penyerap neutron berupa campuran pasir, lempung dan asam borat. Setelah puing reaktor dipastikan telah mati dan dingin, sebuah struktur sarkofagus raksasa dibangun untuk menyelubungi seluruh puing pada Desember 1986.

Jumlah radioisotop yang dilepaskan 160 kali lipat lebih besar dibanding bom Hiroshima (9 ton vs 55 kg). Sampai 2005, IAEA dan WHO mencatat jumlah korban tewas 56 orang (47 kru reaktor dan petugas pemadam kebakaran serta 9 anak2 penderita kanker tiroid). Dari 6,6 juta orang yang terpapar radioisotop, diperkirakan 9.000 diantaranya terpapar berat. Hingga 2002 dideteksi terdapat 4.000 kasus anak penderita kanker tiroid.


Sumber :
Chairul Hudaya
http://nuklir.info/reaktor/berita/fakta-dan-kronologi-kecelakaan-pltn-chernobyl.html
12 Desember 2008

Sumber Gambar:
http://justfordwix.blog.friendster.com/files/chernobyl.jpg

Pengenalan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Indonesia

Menjawab Keraguan akan SDM Nuklir Indonesia

Sejarah nuklir indonesia dimulai pada tanggal 16 November 1964 ketika ilmuwan-ilmuwan anak bangsa yang dipimpin Ir. Djali Ahimsa berhasil menyeleseikan criticality-experiment terhadap reaktor nuklir pertama Triga Mark II di Bandung. Pada keesokan harinya tertanggal 17 November 1964 Surat Kabar Harian Karya memberitakan soal kedatangan abad nuklir di Indonesia. Kemudian pada tanggal 18 November 1964 Radio Australia mengumumkan bahwa“Indonesia mampu membuat reaktor atom”. Disusul dengan ulasan dua menit oleh “stringer” AK Jacoby yang menulis : Indonesia masuk abad nuklir. Suatu hal yang sungguh membanggakan bahwa di umurnya yang masih 19 tahun, Indonesia berhasil melakukan apa yang negara - negara maju telah lakukan. Inilah bukti bahwa bangsa kita adalah sejajar dengan bangsa lain.

Hari Sabtu, tanggal 20 Februari 1964 reaktor pertama dengan daya 250 kW ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada waktu itu Ir.Soekarno. Reaktor ini digunakan untuk keperluanpelatihan, riset, produksi radio isotop. Reaktor ini mengalami dua kali pembongkaran untuk mengganti beberapa komponen utamanya pembongkaran pertama pada 1972 dipimpin Sutaryo Supadi dan yang kedua pada 1997 dipimpin Haryoto Djoyosudibyo dan A. Hanafiah.

Reaktor Nuklir Kartini yang berlokasi di Yogyakarta, merupakan Reaktor Nuklir yang dirancang bangun oleh anak bangsa.

Tidak cukup sampai disini pada tahun 1979. Indonesia mengoperasikan Reaktor kartini yang berdaya 100 kw yang didesain dan dirancang bangun oleh putra - putri terbaik bangsa. Pada tahun 1987 di serpong resmi dioperasikan reaktor serpong yang berdaya 30 Mw Pada pertengahan tahun 2000 TRIGA MARK II selesei diupgrade dengan daya 2000 kW, dan pengoperasiannya diresmikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri nama reaktor diubah menjadi Reaktor TRIGA 2000 Bandung.

Sadar akan kebutuhan SDM yang mahir dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir yang diperlukan untuk mampu memasuki Industri Nuklir maka pemerintah pada awal tahun 1980-an membentuk Jurusan Teknik Nuklir di Fakultas Teknik Nuklir UGM, Jurusan instrumentasi Nuklir dan Proteksi Radiasi di bagian Fisika UI, serta Pendidikan Ahli Teknik Nuklir di Yogyakarta (sekarang Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir). Namun pada tahun 1997 Program Nuklir Indonesia ( dalam hal ini perencanaan pembangunan PLTN ) berhenti yang salah satunya dikarenakan karena penemuan gas alam di kepulauan Natuna. Ini menyebabkan Jurusan Teknik Nuklir di UGM saat ini sudah berubah dan diganti menjadi Teknik Fisika, sedangkan Jurusan Instrumentasi dan juga Jurusan Proteksi Radiasi dari Bagian Fisika UI, ditutup. Namun saat ini masih terdapat kegiatan pendidikan tentang Iptek Nuklir di ITB sebagai bagian dari Departemen Fisika ITB (S1, S2, S3) dan juga di UGM (S3). Sehingga Praktis hanya di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir yang menjadi satu - satunya perguruan tinggi yang mencetak tenaga - tenaga profesional di bidang IPTEK Nuklir.

Sadar tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik Nasional jika hanya bertumpu pada pembangkit Listrik konvesional maka Pada Tahun 2005 Indonesia kembali menjalankan program nuklir ini. Pada tahun 2006 pemerintah menetapkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalu Kepres No 5 tahun 2006, yang mengamanatkan bahwa pada tahun 2025, energi terbarukan plus nuklir bisa mencapai kurang lebih 5 persen untuk kebutuhan listrik Indonesia.

Kerja sama dengan IAEA - meliputi persiapan pembangunan PLTN dan persiapan regulasi, kode, panduan, dan standar bagi PLTN -pun dirintis sejak 2005. Pada 2008, regulasinya diharapkan sudah siap. Saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sudah dibuat dan tinggal ditandatangani oleh Presiden. Kali ini rupanya pemerintah tidak main-main dalam rencananya ini, ini terlihat dalam kurun waktu berdekatan, Indonesia sudah menandatangani sejumlah nota kesepakatan kerja sama bidang nuklir dengan beberapa negara. Rusia, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat (AS).Disini sudah jelas, bahwa ternyata bangsa kita sudah memiliki cukup pengalaman dalam bidang teknologi yang satu ini. Anak- anak bangsa terbukti mampu mengoperasikan 3 reaktor nuklir di indonesia selama bertahun - tahun dengan bersih dan belum memiliki catatan buruk mengenai kecelakaan nuklir yang membahayakan lingkungan dan masyarakat. Sudah ada pula ribuan aplikasi nuklir yang dipakai di bidang kesehatan seperti pada proses radiasi kanker dan teknik isotop untuk pengembangan obat. Ini belum Ratusan aplikasi nuklir yang dipakai di bidang industri seperti dalam proses desalinasi air, pemuliaan tanaman, dan banyak lagi.

Ungkapan skeptis dan pesimis yang terhadap kemampuan SDM indonesia dalam teknologi nuklir, menurut saya tidak lebih dari sebuah mental inferior yang telah ditanamkan penjajah kepada kita selama bertahun - tahun, sehingga pemikiran ini bak warisan - diturunkan turun temurun dari generasi ke generasi, sehingga kita selalu berpikiran bahwa bangsa lain lebih hebat dari kita, bangsa lain lebih pandai dari kita. Padahal pada kenyataannya sekali - kali tidaklah demikian. Mental inferior inilah yang harus dihapuskan dari pemikiran para generasi muda jika bangsa kita ingin maju. Sejarah telah membuktikan bahwa kita mampu merdeka dengan keringat dan darah kita sendiri, dan bukan merupakan pemberian orang lain. Ini sebenarnya merupakan tanda bahwa kita adalah sejajar dengan bangsa - bangsa lain, bahwa bangsa ini merupakan bangsa besar yang juga mampu untuk melakukan apa yang bangsa lain telah lakukan demi kemajuan negerinya.

Sumber :
Zanuar
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=16306.0;wap2

BJ Habibie: PLT Nuklir Aman

Penggiat Teknologi sekaligus mantan Menteri Riset dan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibi) mendukung penuh pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk mengatasi krisis listrik di Indonesia.

"Saya berpendapat sudah waktunya dikeluarkan deklarasi mengenai PLTN ini. Saya mendukung penuh pembangunan PLTN, karena sudah tidak ada jalan lagi," kata Habibie usai seminar bertajuk 'PLTN Menjamin Ketahanan Penyediaan Listrik Nasional' di hotel Grand Melia, Jakarta, Rabu (3/1/2010).

Habibie menambahkan, bidang pendidikan, penelitian, dan lapangan kerja sangat membutuhkan energi yang banyak. Sebelumnya juga sudah dilakukan penelitian dan diketahui bahwa mengenai anggaran, jika ada investor baik dari dalam maupun luar negeri yang mau berinvestasi tidak ada masalah.

"Saya rasa hal ini tidak selalu harus kita serahkan kepada pemerintah melulu," kata Habibie.

Isu nuklir sering dianggap sensitif karena berkaitan dengan dampaknya yang dirasa membahayakan lingkungan dan makhluk hidup. Namun Habibie kemudian menampiknya.

"Itu berlebihan, kita sudah lakukan penelitian. Nuklir terbukti aman dan bisa memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak," tandas Habibie. (rah)

Sumber :
Rizka Diputra - Okezone
http://techno.okezone.com/read/2010/02/03/56/300444/bj-habibie-plt-nuklir-aman
3 Februari 2010

Pakar Internasional: Israel Miliki 300 Hulu Ledak Nuklir

Lembaga internasional yang berbasis di London "institute for strategic studies" memperkirakan bahwa Israel saat ini memiliki 200 hulu ledak nuklir, sementara itu informasi lain yang diungkapkan oleh majalah Inggris yang khusus membahas masalah-masalah pertahanan mengatakan bahwa Israel memiliki antara 200-300 hulu ledak nuklir.

Seorang analis Inggris spesialis pertahanan di Inggris bernama Jane mengatakan hari Sabtu kemarin (10/4) bahwa Israel adalah negara terbesar keenam di dunia dalam bidang persenjataan nuklir, ia menambahkan bahwa senjata nuklir yang dimiliki oleh Israel sama dengan yang dimiliki Inggris.

Menurut Jane, kekuatan strategis Israel dapat dikerahkan oleh rudal Yerikho 2, yang memiliki jangkauan hingga 4.500 kilometer, atau rudal yang berusia lima tahun Yerikho 3, yang bisa mencapai jangkauan jelajah hingga 7.800 kilometer.

Hal ini juga diyakini bahwa rudal-rudal kepaka nuklir Israel bisa disebarkan melalui udara, menggunakan pesawat jet tempur F-16, dan bahkan lewat laut, menggunakan armada kapal selam, memberikan kesempatan untuk melakukan serangan kedua jika sistem pertahanan darat diserang.(fq/pic)

Sumber :
http://www.eramuslim.com/berita/dunia/pakar-internasional-israel-miliki-300-hulu-ledak-nuklir.htm
11 April 2010

Haruskah Indonesia menggunakan Tenaga Nuklir?

Keinginan Indonesia untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menimbulkan kegelisahan di seluruh kawasan Asia Tenggara dan Australia. Pemerintah Indonesia sudah memesan beberapa studi kelayakan untuk pembangunan PLTN berkapasitas 1.800 MW yang mungkin akan dibangun di desa Ujungwatu di Semenanjung Muria. Menurut laporan Kompas 31 Januari 1996, Pembangunan PLTN di sana akan dimulai tahun 1998 dan diharapkan mulai berproduksi tahun 2003.

Kepulauan Indonesia — terutama pulau Jawa — dikenal mempunyai ketidakmantapan geotektonik. Oleh karena ini banyak orang di negara-negara tetangga Indonesia prihatin akan akibat-akibat yang mungkin timbul kalau ada kecelakaan yang disebabkan oleh gempa bumi atau letusan gunung berapi.

Kecelakaan PLTN Chernobyl beberapa tahun lalu membuktikan bahwa debu radioaktip dari suatu kecelakaan PLTN bisa menyebar hingga beribu-ribu kilometer jauhnya dari tempat kecelakaan. Beribu-ribu orang meninggal dunia akibat kecelakaan itu, dan berjuta-juta orang lainnya menderita karena lingkungan hidup mereka dicemari debu radioaktip.

Pulau Jawa sendiri adalah salah satu tempat yang terpadat penduduknya di dunia. Debu radioaktip dari suatu kecelakaan PLTN di Jawa, selain merusak lingkungan setempat, pasti akan mempengaruhi setiap tetangganya: Australia, Singapura, Malaysia, Brunei, Muang Thai, Papua Nugini, Pilipina, Vietnam dan Kamboja. Tergantung arah angin pada waktu kecelakaannya sebuah awan radioaktip mungkin bisa menyebar sejauh Selandia Baru!

Dalam kasus Australia, akibat ekonomi dari kecelakaan PLTN akan merupakan bencana besar untuk seluruh wilayahnya. Lebih dari 15% pendapatan ekspor Australia diperoleh dari produksi pertanian. Nama baik Australia sebagai leveransir makanan yang sehat dan besih dengan segera akan dirusakkan dan tidak dapat diperbaiki. Akibatnya ketegangan akan mucul dalam hubungan Australia dan Indonesia.

Apakah Menteri Negara Riset dan Teknologi BJ Habibie sudah bulat tekad dengan proyek ini? Sampai sekarang dia masih mengeluarkan beberapa pernyataan yang melukiskan kebimbangannya akan proyek ini.

Walaupun kami sadar bahwa keputusan itu adalah hak otonomi pemerintah Indonesia, sebagai seorang warga Australia, saya yakin bahwa sebagian besar penduduk Australia sungguh-sungguh berharap bahwa pada akhirnya kesadaran atas besarnya resiko PLTN, yang tidak mengenal batas negara, akan menjadi cukup kuat untuk membatalkan rencana proyek PLTN ini.

Indonesia mempunyai sangat banyak sumber tenaga yang belum dikembangkan, tetapi sayang sekali bahwa sedikit pikiran saja diberikan ke cara-cara alternatif untuk menghasilkan tenaga listrik. Misalnya di Indonesia tenaga listik bisa dibangkitkan dari panas bumi, atau tenaga geotermis. Bertahun-tahun Pembangkit Listrik Tenaga Geotermis dijalankan di Alaska dan Selandia Baru dengan memakai teknologi yang tidak membahayakan kehidupan manusia atau lingkungkan alam kita.

Indonesia juga mempunyai cadangan gas alam besar sekali yang bisa dipergunakan untuk menghasilkan tenaga listrik. Gas alam merupakan bahan bakar yang jauh lebih bersih dibandingkan minyak bumi atau batu bara, dan menghasilkan jauh lebih seditkit polutan udara.

Teknologi yang dipakai untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam sudah lama didirikan, agak murah, dan aman dipakai. Selain itu masih banyak sumber tenaga lain seperti air, angin dan sinar matahari.

Kita harap debat umum di Indonesia tentang usul PLTN di Muria akan memberi lebih banyak perhatian ke alternatif-alternatif pembangkit listrik tenaga nuklir. Juga kita harapkan bahwa pemerintah Indonesia, dalam mengambil keputusan tentang PLTN, akan memperhatikan keprihatinan banyak orang, baik tentang linkungan alam maupun keberatan tetangga-tetangga dan sekutu-sekutu Indonesia.


Sumber :
Gary Dean
http://okusi.net/garydean/works/PLTN.html
November 1996

Tenaga Nuklir Ramah Lingkungan

Seiring fenomena pemanasan global menjadi semakin nyata, tuntutan dari berbagai pihak kepada pemerintah untuk mencari solusi pembangkit listrik beremisi rendah mulai berdatangan. Namun dengan hampir tujuh miliar penduduk di seluruh dunia, kalangan ilmuwan pun menyangsikan kemampuan dari penggunaan ‘energi yang dapat diperbarui’ dapat memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat dari berbagai negara.

Perkembangan terbaru teknologi nuklir serta penelitian yang sedang berlangsung untuk meminimalkan risiko penggunaan tenaga jenis ini, telah memberikan sebuah pandangan baru dalam kemungkinan penggunaan tenaga nuklir.

Pada Februari lalu, perusahaan raksasa Microsoft mengumumkan kepada publik mengenai investasi puluhan juta dolar dalam menciptakan sebuah desain reaktor yang inovatif, yang merupakan bagian dari proyek “Philanthropic” Microsoft dalam menciptakan sejenis energi ajaib. Seminggu setelahnya, Presiden AS Barack Obama juga mengumumkan kepada publik bahwa pemerintah AS akan menyediakan pinjaman lebih dari 8 miliar dolar untuk membangun pembangkit tenaga nuklir, yang merupakan pembangunan pembangkit tenaga nuklir pertama setelah terjadinya bencana di pulau Three Mile pada 1979 silam. Pinjaman ini merupakan bagian awal dari proyek nuklir senilai 54,5 miliar dolar.

Kini, sejalan dengan tuntutan Puncak Pertemuan Keamanan Nuklir 2010, Obama telah menggariskan sejumlah masalah terkait pelucutan senjata dan pengendalian bahan nuklir melalui negosiasi internasional yang masih sedang berlangsung (Pakta Non-Proliferasi Nuklir - NPT).

Meskipun telah mengalami perbaikan besar dalam aspek keselamatan, penggunaan tenaga nuklir yang diduga kuat merupakan tenaga yang bebas karbon ini masih menghadapi dua kendala utama, yakni: penggunaan tenaga nuklir dapat menghasilkan limbah radioaktif yang baru dapat mati setelah melewati ribuan tahun, di samping itu, fenomena “pengeksploitasian uranium secara besar-besaran” sudah diprediksi, yang berarti pula dibutuhkan banyak minyak bumi dalam proses pengeksploitasiannya (seperti penambangan, pengolahan dan pembangunan konstruksi tambangnya). Maka dari itu, kehadiran uranium bukanlah merupakan jawaban yang bebas masalah maupun sebuah solusi jangka panjang.

Pada Maret lalu di Universitas Sydney, seorang ilmuwan NASA yang juga ahli perubahan iklim, Dr James Hansen, menekankan bahwa di negara-negara maju seperti Jerman, saat ini hanya mampu menghasilkan 7 persen energi terbarukan untuk menyuplai kebutuhan energi di negaranya. Sebagai dampaknya, kalangan industri pun mulai meninggalkan Jerman karena hal ini telah mengakibatkan naiknya harga listrik.

Hansen mengatakan bahwa di tujuh negara, termasuk Prancis dan China, telah memiliki keahlian dalam bidang nuklir dan telah mengembangkan teknologi reaktor nuklir mereka sampai tahap generasi IV (Gen IV) tanpa adanya kekurangan.

Namun begitu, Dr. Mark Diesendorf, yang juga penulis buku “Solusi Rumah Kaca dengan Energi Berkelanjutan” tidak yakin akan pernyataan ini. “Di samping tantangan utama dalam isu kemiskinan global dan ketidak-adilan, masih ada dua tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia dalam abad ke-21, yaitu perubahan iklim dan perang nukir. Sangatlah tidak masuk akal untuk menyelesaikan satu masalah dengan memperbesar kemungkinan lainnya.” ujarnya.

Dalam bukunya yang populer berjudul Sustainable Energy – Without the Hot Air (Energi Berkelanjutan – Tanpa Udara Panas), Dr. David MacKay secara komprehensif membahas sejumlah sumber energi ramah yang dapat digunakan berdasarkan perhitungan yang cermat. Dr. David MacKay kini bekerja di Departemen Fisika Universitas Cambridge, ia juga merupakan penasihat ilmiah utama Departemen Energi dan Perubahan Iklim di Inggris.

Dalam salah satu bab yang mengulas tenaga nuklir, MacKay mengamati masalah limbah radio aktif dan menyimpulkan: “Seribu tahun adalah waktu yang sangat lama jika dibandingkan dengan kemampuan hidup sebuah pemerintahan dan negaranya! Namun mengingat volume limbahnya yang sangat kecil, saya merasa limbah nuklir (radio aktif) hanyalah sebuah kekhawatiran kecil bila dibandingkan berbagai jenis limbah lainnya yang kita hasilkan bagi generasi mendatang.” Sementara dalam seksi lain mengenai perencanaan energi global yang efektif, MacKay menulis bahwa, “Untuk menyelesaikan permasalahan yang terus bertambah, kita perlu bergantung pada satu atau lebih bentuk energi yang dapat diperbarui seperti tenaga matahari, atau menggunakan tenaga nuklir, ataupun keduanya.“

Ketika penelitian MacKay lebih berfokus pada pemenuhan kebutuhan energi dengan cara yang kurang ekonomis, para peneliti lainnya mulai menyetujui pendapat Hansen mengenai permasalahan biaya yang tinggi untuk menghasilkan sumber energi terbarukan. Dr Barry Brook (Direktur Ilmu Iklim di Institut Lingkungan Universitas Adelaide) dalam tinjauannya mengenai masalah nuklir bersama Martin Nicholson (penulis buku Energy in a Changing Climate) baru-baru ini menyatakan: “Sumber energi terbarukan (seperti angin dan matahari) menggunakan lebih banyak bahan baku dalam menciptakan tiap unit energinya dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga nuklir yang telah ada sekarang. Di samping itu, energi ini juga menghasilkan emisi yang lebih tinggi dalam proses produksi dan penggunaannya.”

Uranium bukanlah satu-satunya reaktor bahan bakar yang berada dalam pengawasan. Ketika penelitian terhadap thorium mulai dilakukan kembali, terutama di negara India dan Rusia, reaktor thorium mulai mendapat perhatian kembali, dimana thorium dapat menghasilkan plutonium, dan thorium bisa “membakar” persediaan energi yang ada.

Namun begitu, menurut Asosiasi Nuklir Dunia, masalah yang melibatkan biaya tinggi dalam fabrikasi bahan bakar sebagai akibat kontaminasi isotop uranium dapat menghasilkan kemungkinan resiko dalam proliferasi senjata. Tapi menurut Kirk Sorensen (Advokat Thorium yang juga Insinyur NASA) uranium yang tidak stabil ini membuatnya mudah terdeteksi dan sangat sulit untuk membuat segala jenis senjata apapun dari hal itu.

Meskipun siklus thorium jauh lebih bersih, aman, efisien, dan lebih berkelanjutan dibandingkan uranium, Sorensen berpendapat bahwa keuntungan yang paling mendasar dari thorium adalah penggunaan biayanya yang lebih rendah dibandingkan reaktor lainnya. Semangat visionernya telah menempatkan thorium kembali dalam sorotan publik. “Tujuan akhir dari pembuktian potensi thorium adalah jaminan tercukupinya kebutuhan energi selama puluhan ribu tahun bagi sebuah dunia yang menggunakan thorium sebagai sumber energinya.”

Namun demikian, kritik skeptis terhadap hal ini tetap ada. Pemerhati masalah nuklir, Dr. Richard Broinowski, yang juga penulis buku “Fact or Fission? The Truth About Australia’s Nuclear Ambitions (Fakta atau Pemecahan? Kebenaran Sesungguhnya dari Ambisi Nuklir Australia)” menegaskan kembali tentang fakta dari penggunaan thorium tak lain adalah menghasilkan sebuah benda sekelas bom uranium. Dia mengatakan bahwa ada banyak propaganda tentang kekuatan nuklir dan penelitian terhadap keamanan reaktor generasi keempat (Gen IV) masih sangat teoritis dan belum dapat dibuktikan.”

Rencana energi global yang disarankan oleh MacKay untuk mengatasi dampak perubahan iklim disampaikannya dengan beberapa solusi, seperti pengenaan pajak bagi penghasil polusi, penciptaan alat penyerap dan penyimpan karbon, pengurangan tingkat konsumsi, dan lain-lain.

Mengingat setiap negara berbeda menggunakan berbagai solusi energi berdasarkan Energy in a Changing Climate permintaan dan ketersediaan sumber daya di masing-masing negara, tampaknya tenaga nuklir yang ada sekarang maupun yang ada dalam generasi berikutnya akan menjadi jawaban untuk menghadapi tantangan berat menghentikan pemanasan global, tak peduli kita setuju atau tidak. (Cassie Ryan/The Epoch Times/sun)


Sumber :
http://erabaru.net/iptek/55-iptek/14953-tenaga-nuklir-ramah-lingkungan
28 Juni 2010

Indonesia Serukan Penghapusan Senjata Nuklir pada 2025

Indonesia yang mewakili negara-negara Gerakan Non-Blok (GNB) menargetkan tahun 2025 senjata nuklir sudah dihapuskan dari muka bumi.

Keinginan itu diungkapkan Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Hasan Kleib, pada sesi pembukaan persidangan Komite I Majelis Umum PBB, Senin waktu setempat. Sidang komite itu membahas perlucutan senjata dan keamanan internasional.

Saat menyampaikan pernyataan atas nama GNB di persidangan, Dubes Hasan Kleib menekankan bahwa penghapusan secara total senjata nuklir adalah satu-satunya jalan untuk memerangi ancaman adanya penggunaan senjata nuklir.

Karena itu, kata Hasan, GNB menekankan pentingnya dunia untuk memulai perundingan sesegara mungkin pada Konferensi Perlucutan Senjta tentang program bertahap bagi penghapusan senjata nuklir dengan kerangka waktu yang rinci, termasuk adanya Konvensi Persenjataan Nuklir.

"Yang harus menjadi target adalah persenjataan nuklir pada tahun 2025 harus dihapuskan secara total," ujarnya menegaskan.

Selain mengenai senjata nuklir, Hasan juga menegaskan agar senjata kimia secara penuh dimusnahkan oleh negara-negara yang telah menyatakan kepemilikannya sesuai dengan komitmen mereka atas traktat Konvensi Senjata Kimia untuk mewujudkan dunia bebas senjata kimia mulai tahun 2012.

Dubes Hasan Kleib menyatakan bahwa doktrin menyangkut senjata nuklir yang dimiliki oleh aliansi-aliansi militer seperti NATO merupakan konsep yang salah dan mengganggu perdamaian dunia.

Konsep tersebut dianggap menghambat upaya penghapusan senjata nuklir secara total. Terkait dengan upaya terwujudnya Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Timur Tengah, Indonesia atas nama GNB mendesak dan menuntut Israel segera menjadi pihak pada traktat anti-penyebaran nuklir (NPT) dan menempatkan seluruh fasilitas nuklir yang dimilikinya di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

GNB juga meminta Sekjen PBB pada tahun 2012 menyelenggarakan pertemuan, guna membahas dan mendorong terciptanya Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Timur Tengah. Indonesia saat ini merupakan Koordinator Kelompok Kerja Perlucutan Senjata GNB.

Dengan demikian, Indonesia memimpin dan mengkoordinasikan posisi-posisi 119 negara angota GNB, terkait dengan isu-isu perlucutan senjata. Selama persidangan Komite I yang akan berlangsung hingga November 2010, Indonesia akan memimpin negosiasi dan mengajukan rancangan enam Resolusi Majelis Umum PBB.

Rancangan resolusi (Ranres) yang dimaksud adalah Pengaturan lebih lanjut senjata biologi sesuai dengan Protokol Jenewa tahun 1925; Pentingnya masyarakat internasional memberikan perhatian kepada masalah uranium yang dapat digunakan sebagai senjata.

Selain itu, pentingnya melihat kaitan antara upaya-upaya perlucutan senjata dan pembangunan. Tiga Ranres lainnya yaitu pentingnya mematuhi norma-norma lingkungan hidup dalam perumusan dan implementasi perjanjian di bidang perlucutan senjata; pengembangan pusat-pusat diseminasi informasi terkait perdamaian dan perlucutan senjata; serta perlunya sesi khusus ke-4 Majelis Umum PBB mengenai perlucutan senjata untuk menjaga momentum upaya perlucutan senjata, khususnya senjata nuklir.

Komite I Majelis Umum PBB merupakan salah satu forum utama yang dimiliki PBB dalam membahas dan menyepakati berbagai langkah untuk perlucutan senjata dan mencegah penyebaran persenjataan yang dapat membahayakan keamanan dan perdamaian dunia. (Ant/OL-2)

Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/05/172945/39/6/Indonesia-Serukan-Penghapusan-Senjata-Nuklir-pada-2025
5 Oktober 2010

Ayo Berpaling ke Tenaga Nuklir

Beberapa waktu lalu, Dewan Energi Nasional (DEN) menyampaikan 13 poin penyebab krisis listrik yang salah satunya adalah penggunaan minyak yang besar untuk pembangkitan listrik.

Meminjam Purnomo Yusgiantoro dalam "Ekonomi Energi: Teori dan Praktek", konsumsi minyak untuk pembangkitan listrik memang besar mencapai 30,8 persen, disusul gas bumi 22,2 persen, batubara 28,1 persen, air 13,8 persen, dan panas bumi 4,9 persen."Sistem pembangkit listrik masih tergantung pada penggunaan batu bara, minyak dan gas," kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Hudi Hastowo, Oktober lalu.

Konsumsi yang besar ini tak berkorelasi dengan cadangan yang besar karena sumber energi fosil itu terus menyusut. Sebuah studi pimpinan ilmuwan Ibrahim Nashawi menunjukkan, cadangan minyak dunia susut 2,21 persen setiap tahun, sehingga eksportir minyak seperti Indonesia pun berubah menjadi importir minyak.Penyusutan ini membuat dunia khawatir. CEO Petrobas Jose Gabrielli sampai pesimistis dunia akan sulit mempertahankan tingkat produksi minyaknya, kecuali ada satu lagi negara penghasil minyak sekelas Arab Saudi.

Cadangan minyak Indonesia sendiri, meminjam kajian British Petroleum pada 2005, mencapai 9,6 miliar barrel pada 1984, namun menyurut menjadi 5 milyar barrel pada 1994, kemudian menyusut lagi menjadi 4,7 miliar barrel pada 2004. Di saat bersamaan, konsumsinya malah meningkat, diantaranya karena industrialisasi dan ekspansi penduduk. Pada 1994 konsumsi minyak Indonesia baru 774 ribu bph, tapi dua dekade kemudian menjadi 1,15 juta bph.

Jomplangnya tingkat produksi dan konsumsi ini membuat Indonesia seketika menjadi pengimpor minyak.
Jelas Indonesia menghadapi kesulitan hebat, apalagi pengusahaan dan pemanfaatan energi fosil --termasuk batu bara-- dianggap mendegradasi iklim. Di termin sama, negara berkembang termasuk Indonesia, mengutip pakar fisika nuklir Peter Hodgson, memerlukan 5 x 106 MW listrik baru sampai beberapa dekade ke depan.

Indonesia pun dipaksa memikirkan alternatif lain, walau sebenarnya masih memiliki gas, batu bara, panas bumi, air, dan angin. Masalahnya, energi-energi alternatif seperti itu kontribusinya minim, kecuali gas dan batu bara. Lain dari itu pengusahaannya acap membuat lahan pertanian menyempit, selain menjadi polutan, khususnya eksploitasi batu bara.Di tengah kegalauan ini, nuklir menjadi pilihan. "Nuklir relatif lebih ramah lingkungan dibandingkan batu bara yang menghasilkan karbondioksida yang mencemari udara," kata pemerhati energi Dwi Putranto Waluyo Aji (ANTARA, 15/6).

Kendati dianggap menakutkan, tenaga nuklir justru memiliki catatan keamanan yang baik. John McCarthy, profesor Ilmu Komputer pada Universitas Stanford, memaparkan fakta-fakta berikut untuk menguatkan itu.
Saat dunia memiliki 9.012 reaktor nuklir pada 1984, hanya Chernobyl yang rusak, sementara ketika reaktor Three Mile Island di AS terkena musibah pada 1979, tak satu pun nyawa manusia melayang. Tenaga nuklir pun semakin opsi penting di banyak negara.


Udara bersih
"Pasokan energi nuklir menyumbang 16 persen total listrik dunia sekaligus memupus emisi 2,5 miliar ton gas karbon setiap tahun," demikian GE Hitachi dalam lamannya.Sejumlah pakar kemudian dengan tegas merekomendasikan pemanfaatan nuklir, diantaranya ahli fisika Steven Chu yang kini Menteri Energi AS. "Jika kita serius berupaya mengurangi emisi karbondioksida, maka tenaga nuklir harus menjadi pilihan," kata Steven.

Lain halnya dengan aktivis lingkungan James Lovelock. Dia menuduh dramatisasi bahaya nuklir telah membuat manusia takut memanfaatkan nuklir. "Penentangan terhadap tenaga nuklir didasarkan pada ketakutan irasional," kata James kepada Independent, Mei 2004.

James tak membual karena sejak dimanfaatkan pada 1952, nuklir memenuhi kebutuhan listrik ideal. Contoh suksesnya Prancis yang 80 persen kebutuhan listriknya dipenuhi oleh 58 reaktor nuklirnya.Prancis juga menjadi negara maju paling bersih udaranya, sementara tarif listriknya termurah di Eropa. Prancis tak membuang limbah nuklirnya, melainkan diproses kembali menjadi bahan bakar.

Banyak negara berusaha meniru Prancis, misalnya China yang aktif membangun reaktor-reaktor baru sebagai antisipasi naiknya harga batu bara dan gas, di samping memenuhi batas emisi gas karbonnya. Energi nuklir juga efisien. Sebagai gambaran, pada 1988, seluruh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di dunia menghasilkan 1,9 x 1012 kWh listrik atau setara dengan pembakaran 900 juta ton batu bara dan 600 juta ton minyak.

Mengutip John McCarthy, fusi satu atom uranium menghasilkan energi 10 juta kali lebih besar dari pembakaran satu atom karbon batu bara. Tak heran, energi nuklir dianggap bisa mengisi kesenjangan pasokan listrik dunia sampai 40 persen.

Emisinya pun kecil sekali. Bayangkan, manakala batu bara menghasilkan 850 ton emisi karbon per gigawatt per jam, minyak 750 gigawatt dan gas 500 gigawatt, energi nuklir cuma mengeluarkan emisi 8 gigawatt per jam. Fakta-fakta ini membuat banyak kalangan yakin nuklir adalah "jalan keluar.". "Energi nuklir adalah pilihan yang tidak bisa ditawar lagi," kata Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Muhammad Said Didu.

Indonesia pun didesak segera memiliki PLTN seperti diamanatkan UU 17 tahun 2007 yang menitahkan Indonesia mesti memanfaatkan nuklir paling lambat tahun 2019.

Niscaya
Sementara mantan Menristek BJ Habibie menilai keharusan bernuklir didasari oleh kecenderungan bahwa konsumsi energi Indonesia pada 2045 akan 483 persen dari tingkat konsumsi energi saat ini. Lain dari itu, dibandingkan PLTU yang agresif dibangun Indonesia, PLTN lebih ramah lingkungan.

PLTU berdaya 1.000 MW, sebut Habibie, menghabiskan 3,7 juta ton batu bara per tahun dan melepaskan 6,7 juta ton CO2, 3.000 ton SO2, 8.500 ton NO2, dan debu halus 5.700 ton per tahun.Lembaga-lembaga penting seperti Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sendiri secara implisit menganggap pemanfaatan tenaga nuklir sebagai keniscayaan.

"Singapura misalnya, dulu kontra tetapi sekarang berparadigma baru yaitu melihat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir perlu dibangun guna mengantisipasi kekurangan bahan bakar minyak dan gas di masa depan," kata Kepala BAPETEN As Natio Lasman.

Dari fakta dan rekomendasi-rekomendasi itu, jelas Indonesia pantas untuk "go nuclear." Lagi pula, upaya ini diperkuat oleh rekomendasi-rekomendasi internasional seperti Asian Parliamentary Assembly yang pada Desember 2009 merekomendasikan pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai.

Namun yang terpenting adalah lampu hijau dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang Juli ini menyatakan Indonesia siap bernuklir.

Menurut Taswanda Taryo dari BATAN, IAEA menilai Indonesia telah siap dari sumberdaya manusia, pemangku kepentingan, industri, dan regulasi. Kalau diperhatikan, dari sistem regulasi dan kepakaran, sampai ketersediaan bahan baku, Indonesia memang seharusnya pantas memiliki PLTN.

Kini tinggal kemauan politik saja untuk mewujudkan impian besar ini. "Usulan ini sudah diketahui pemerintah dan tengah dipikirkan bagaimana mengubah persepsi ketakutan masyarakat terhadap penggunaan nuklir sebagai sumber energi," kata Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu. Said tampak terkesan oleh efisiensi pembangkit listrik nuklir di mana yang terkecil saja bisa menghasilkan 1.000 megawatt dan bertahan hingga 40 tahun. "Sementara batu bara hanya 20 tahun," kilahnya.

Tak itu saja, banyak negara menggunakan nuklir sebagai sumber energi, seperti Malaysia, yang menurut Said Didu akan memulai nuklirisasi pada 2012, tiga tahun lebih cepat dari impian Indonesia seperti diamanatkan UU No 17 Tahun 2007. Haruskah Indonesia tertinggal? Lebih cepat lebih baik bukan?

Red: Krisman Purwoko
Sumber: ant

Sumber:
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/lingkungan/10/07/31/127711-ayo-berpaling-ke-tenaga-nuklir
31 Juli 2010

Radiasi Nuklir Ternyata Lebih Ramah dibanding Radiasi Alam

Jika kita berasumsi secara bebas dengan sebuah pertanyaan; jumlah korban mana yang paling banyak diantara jumlah orang yang meninggal karena radiasi nuklir dengan orang yang meninggal karena merokok?. Seandainya anda pakar kesehatan, tentu anda akan menjawab secara meyakinkan bahwa orang yang meninggal karena merokok, lebih banyak jumlahnya. Dan itu fakta. Tetapi dikarenakan media-media informasi seperti TV, surat kabar, ataupun internet, lebih banyak menyuguhkan negatifnya nuklir, sehingga sering mempengaruhi opini publik.

Anda bayangkan saja, jika anda disuguhkan suatu berita tentang peristiwa Hiroshima dan Nagasaki ataupun peristiwa Tragedi Chernobyl yang merengut nyawa ribuan orang sekaligus. Tentu anda akan menyatakan nuklir sangat berbahaya dan berasumsi jumlah korban nukilr lebih banyak karena korbannya secara massal. Hal ini jauh berbeda dengan korban merokok, tentu kita tidak pernah mendengar adanya korban massal akibat keracunan asap rokok. Yang ada korban akibat merokok berjatuhan disekitar kita, yang terkadang tidak kita sadari. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) diperkirakan 4,9 juta orang meninggal dunia tiap tahunnya. Umumnya vonis akhir secara kesehatan bagi korban merokok ini adalah karena mengidap penyakit kanker.

Deskripsi diatas adalah salah satu contoh bahwa radiasi alam lebih berbahaya dari radiasi nuklir? kok bisa? Sebenarnya tanpa disadari oleh para perokok, bahwa selama mereka merokok, mereka telah terpapar radiasi salah satu gas radioaktif alam yaitu gas radon yang terdapat dalam daun tembakau. Radioaktif alam ini berasal dari pupuk fospat (P) yang dipupukkan pada daun tembakau sehingga gas radon terakumulasi di dalam tembakau. Sehingga perokok akan mudah terkena kanker paru-paru karena radiasi dari gas radon tersebut dapat masuk ke dalam paru-paru.

Secara umum gas radon ini lebih banyak terserap oleh para penambang bahan galian, karena pekerja tambang secara langsung menghirup gas radon secara berlebihan. Menurut perkiraan resiko kematian akibat gas radon mencapai 0,005%. Di Amerika Serikat misalnya dari sekitar 200 juta penduduknya diperkirakan ada 10-20 ribu orang meninggal karena menghirup gas radon.

Di Indonesia sendiri diketahui beberapa bahan bangunan seperti asbes dan gypsum yang banyak digunakan sebagai atap, semen, dan lain sebagainya mengandung bahan radioaktif. Di Swedia yang beriklim dingin sehingga rumah-rumah dibuat dari tembok yang tebal dengan ventilasi yang sedikit. Karena itu penumpukkan gas radon dalam rumah menjadi berlebih sehingga ada beberapa rumah yang mengandung unsur radiokatif alam seperti U238, Th232, dan K40 di atas batas kewajaran. Kadar gas radon dalam rumah tersebut mencapai 260 Bq/m3 udara, padahal kadar wajar di udara adalah 10 Bq/m3.

Selain radiasi gas radon, beberapa radiasi alam yang lain adalah radiasi kosmik dan sinar UV dari lampu neon. Bila dibandingkan dengan radiasi alam ini, bahaya radiasi nuklir jauh lebih kecil dari radiasi alam yang secara wajar kita terima. Hal ini dikarenakan intensitas kita terpapar oleh radiasi alam hampir setiap hari sedangkan radiasi nuklir hanya terjadi apabila terjadi kebocoran reaktor. Tetapi dengan kemajuan teknologi kemungkinan kebocoran itu sangat kecil karena telah dibuatnya keselamatan reaktor yang berlipat-lipat. Selain itu pula, radiasi nuklir buatan diuntungkan dengan waktu paruh dari sumber radiasi yang singkat, diantaranya Ce137, Co60, Xe, dan I131. Radiasi buatan ini mempunyai waktu paruh yang pendek dan zat radiokatif ini dapat dinyatakan habis jika telah 10 kali waktu paruhnya. Semisal waktu paruh dari I131 adalah 8 hari, jadi apabila terjadi kebocoran reaktor, maka reaksi yodium ini akan habis dalam waktu 80 hari.

Efek Radiasi

Efek radiasi secara umum bagi tubuh manusia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:

Efek Stokastik

Efek stokastik yaitu efek radiasi yang kemunculannya pada individu tidak bisa dipastikan dengan faktor 10-5 (dari 100.000 orang diperkirakan yang terkena hanya 1 orang). Efek dari radiasi ini dikatakan stokastik jika radiasi yang terserap oleh tubuh dalam dosis rendah yaitu 0,25-1.000 mSv. Misalnya saja pada alat diagnosa gondok, penerimaan radiasi rendah ini diperbolehkan bukan hanya karena aman namun justru menguntungkan.

Efek Deterministik

Efek deterministik yaitu efek radiasi yang pasti muncul bila jaringan tubuh terkena paparan radiasi pengionan. Efek determiristik dapat terjadi bila dosis radiasi yang diterima telah lebih dari ambang batas seharusnya yaitu dibawah 3.000 mSv. Bila radiasi yang diterima diantara 3.000-6.000 mSv maka akan menyebabkan kulit memerah atau kerontokan rambut. 6.000-12.000 mSv akan menyebabkan perasaan mual, nafsu makan berkurang, lesu, lemah, demam, keringat yang berlebihan hingga menyebabkan shock yang beberapa saat akan timbul keluhan yang lebih parah yaitu nyeri perut, rambut rontok, bahkan kematian.

Tetapi kemungkinan efek deterministik ini sangat kecil mengenai kita, dikarenakan berdasarkan survei lembaga penelitian yang menangani nuklir, radiasi nuklir hanya sebesar 0.08 mSv.

Untuk pekerja di reaktor nuklir untuk menangai efek radiasi ini agar tidak sampai ke tubuh individu, terdapat tiga dasar proteksi radiasi (keselamatan radiasi). Yaitu pengaturan waktu kerja dengan radiasi, pengaturan jarak dengan sumber radiasi, dan penggunaan bahan pelindung radiasi. Semakin pendek waktu yang digunakan untuk berada di medan radiasi, semakin jauh dari radiasi dan semakin tebal bahan pelindung, akan memperkecil dosis radiasi yang diterima.

Penutup

Dari penjelasan di atas, dapatlah kita ketahui bahwa nuklir bukanlah momok yang mengerikan bagi kita. Berbagai hal yang kita takutkan ternyata tidak seseram yang dibayangkan. Bahkan dapat dikatakan bahwa teknologi nuklir adalah teknologi ramah lingkungan dan berbagai manfaat dapat kita peroleh dari nuklir ini. Di sini pemerintah dan masyarakat harus mencoba untuk memahami nuklir secara lebih lagi. Karena boleh jadi, perbedaan persepsi dan pertentangan opini tentang pengembangan nuklir di Indonesia, yang selama ini terjadi, boleh jadi dikarenakan karena kita tidak tahu dan terlalu trauma dengan tragedi nuklir masa lalu.

DAFTAR PUSTAKA
Akhadi, Muklis, 1997. Pengantar Teknologi Nuklir. PT. Rineka Cipta, Jakarta
Batan Bandung. Pustek Nuklir Bahan dan Radiometri. (www.batan-bdg.go.id)
Batan Serpong. Nuklir, Radiasi dan Pengendaliannya. (serpong6.batan.go.id)
Laporan Analisis Keselamatan (LAK) Reaktor G. A Siwabessy
Hendriyanto Hadithjayono. 2005. Keselamatan Reaktor Riset Baru dan Yang Telah Ada Dalam Kaitan Dengan Peristiwa Eksternal. Dokumen IAEA Safety Report Series No. 41. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN
Liya Nurhayati. 2004. Nuklir, Inti Atom Tanpa Kulit. Artikel pada Majalah Natural Edisi IX/Tahun V/Maret 2004. FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung
M. Nur. 2007. Reaktor Nuklir, Dari Riset Hingga Bom Atom. Situs Surat Kabar Pikiran Rakyat
Rohadi Awaludin. 2004. Mengelas Molekul Menggunakan Radiasi Nuklir. Kompas 21 April 2004 (www.fisikanet.lipi.go.id)
Sinly Evan Putra. 2006. Nuklir. Situs Web Kimia Indonesia
Sinly Evan Putra. 2005. Rokok, Laboratorium Reaksi Kimia Berbahaya. Situs Web Kimia Indonesia

Sumber :
Sinly Evan Putra
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/radiasi-nuklir-ternyata-lebih-ramah-dibanding-radiasi-alam
13 Oktober 2008

Jangan Ada Lagi Chernobyl. Nuklir Bukan Solusi Energi Indonesia

Hari ini 40 orang aktivis organisasi masyarakat sipil dari Greenpeace, WALHI, Kiara, Jatam, MANUSIA, IESR, SHI, Satu Dunia, CSF, Muria Institute dan PMB membentangkan spanduk sepanjang 90 meter bertuliskan “No Nukes, No More Chernobyl” di depan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) untuk memperingati kecelakaan nuklir yang fatal yang terjadi 24 tahun silam dan mendesak pemerintah membatalkan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia. Selain di Jakarta, aksi penolakan pembangunan PLTN juga terjadi Jepara, Madura, Samarinda, Kalimantan Timur, Bangka-Belitung, dimana pemerintah daerah kedua propinsi terakhir tersebut menginginkan pembangunan PLTN di daerahnya.

Pada tanggal 26 April 1986 terjadi kecelakaan fatal yang menimpa reaktor nomor 4 di pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl di Ukraina, yang pada saat itu masih menjadi bagian dari Uni Sovyet. Sebagian besar radiasi dilepaskan dalam 10 hari pertama setelah kecelakaan, mencemari daerah yang sangat luas dan menimbulkan dampak negatif pada jutaan orang. Pencemaran akibat radiasi tersebut mencapai wilayah Skandinavia, Yunani, Eropa Tengah dan Timur, Jerman, Perancis, Inggris, bahkan hingga ke Jepang dan Alaska.

Dian Abraham dari MANUSIA menyatakan, “Peristiwa kecelakaan ini membuktikan bahwa teknologi yang dianggap sangat canggih ini ternyata tidak aman, berlawanan dengan janjinya di tahun 1950an. Chernobyl, setelah sebelumnya terjadi kecelakaan Three Miles Island di AS, menjadi bukti bahwa kekhawatiran pemrotes nuklir sama sekali tidak mengada-ada. Ketiadaan kecelakaan yang setara saat ini tidak berarti bahwa teknologi PLTN sudah aman. Berbagai laporan resmi justru menunjukkan puluhan ribu peristiwa (event), baik berupa insiden (incident) maupun kecelakaan (accident) terjadi di seluruh dunia. Jangan sampai peristiwa seperti Chernobyl terjadi di Indonesia yang kondisi geografisnya meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan nuklir.”

Greenpeace menggaris bawahi dibutuhkannya kepemimpinan negara yang kuat untuk membuat peraturan akan penggunaan energi terbarukan secara massal. Sebagai perbandingan, China yang pada tahun 2005 mengimplementasikan Undang-Undang Promosi Energi Terbarukan, berhasil membawa negara dengan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia itu menjadi negara yang paling maju dan cepat dalam mengembangkan tenaga angin, dan sangat membantu China menurunkan tingkat emisi dengan sangat cepat.

“Meninggalkan investasi bahan bakar fosil dan nuklir untuk dialihkan pada panas bumi, angin, dan matahari tidak hanya merupakan pilihan pintar untuk mengurangi emisi karbon dan risiko bencana ekologis, tetapi juga pilihan ekonomi yang pintar,” kata Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.

Koesnadi Wirasapoetra dari SHI mengatakan, Indonesia terbukti tidak memiliki budaya nuklir. Seperti halnya di Chernobyl di mana operator PLTN beserta pemerintahnya berupaya menutup-nutupi terjadinya kecelakaan itu sehingga mengorbankan masyarakatnya yang tidak tahu bahaya yang mengintainya, pemerintah Indonesia ternyata juga melakukan hal yang sama saat terjadi kecelakaan di fasilitas nuklir Serpong beberapa waktu lalu. Bahkan BAPETEN sama sekali tidak memberi informasi apapun kepada masyarakat yang seharusnya dilindunginya.

Cut Rindayu dari SatuDunia menambahkan, “Sebagaimana informasi perihal dampak Chernobyl yang sarat dengan pelintiran dan pembohongan publik, rencana PLTN di Indonesia setali tiga uang. Pemerintah tidak terlihat berupaya memberikan informasi yang berimbang kepada masyarakat. Tidak hanya itu, rencana PLTN tersebut bahkan terkesan ditutup-tutupi dan pernyataan pemerintah sulit dipegang karena sering berubah-ubah.

“Nuklir bukanlah opsi satu-satunya sebagai energi alternatif guna menjawab kebutuhan listrik di di Indonesia. Pernyataan yang menyatakan bahwa energi yang paling aman dan murah kepada publik yang selalu dikeluarkan otoritas nuklir, jelas perlu dikritisi lebih lanjut. Karena di sini masyarakat atau publik tidak diberikan informasi secara detil tentang dampak serta resiko-resiko yang harus mereka hadapi ketika ada pencemaran dan kecelakaan nuklir terjadi. Termasuk sampah nuklir yang baru habis setelah 2000 tahun.,” demikain kata Musfarayani dari IESR.

Dan alasan bahwa energi nuklir, seperti dinyatakan pendukungnya, adalah solusi bagi persoalan perubahan iklim juga tidak tepat dan menyesatkan. PLTN terlalu mahal, terlalu lama pembuatannya, terlalu berbahaya, dan terlalu kotor untuk menjadi solusi bagi persoalan lingkungan hidup kita, demikian dikatakan Giorgio Budi Indarto dari CSF.

“Hingga saat ini energi nuklir tidak bisa menyelesaikan berbagai masalah yang ditimbulkannya sendiri, yakni radioaktifitas yang mencemari masyarakat dan lingkungannya mulai dari penambangan uranium, pengoperasian normal PLTN, dan dalam bentuk limbah nuklir yang abadi,” ditambahkan Ali Akbar, Kadep Kelembagaan WALHI.

Abdul Halim, Koordinator Program KIARA menambahkan bahwa keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan mencerminkan tingginya resiko atas penggunaan reaktor nuklir di Indonesia. Secara alamiah, 84 persen wilayah kepulauan Indonesia merupakan kawasan yang rentan terhadap bencana. Di sisi lain, bencana ekologis di kawasan perairan sulit untuk dilokalisir. Jika hal ini terjadi, nelayan dan masyarakat pesisir akan mengalami kerugian yang teramat besar. Sebagai contoh, pembangunan PLTU Tanjung Jati B di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, yang menimbulkan dampak luar biasa bagi nelayan. Akibat pembangunan itu, sekitar 160 hektar perairan tidak diperbolehkan untuk dijadikan daerah operasi (baca: penangkapan ikan) nelayan.

"Dengan 2/3 lautan yang dimiliki Indonesia, pada dasarnya pemerintah Indonesia memiliki potensi besar dengan memanfaatkan energi arus laut, bukan nuklir yang berbahaya tinggi, seperti terjadi di Chernobyl," kata Halim.

Siti Maimunah dari JATAM menyatakan, “Indonesia hanya memanfaatkan kurang dari 5% dari potensi energi terbarukan yang ada. Tapi mengobral sumber-sumber energi tak terbarukan yang dimilikinya untuk kebutuhan asing. Orientasi ekspor energi dan produksi konsumsinya harus segera diubah, bukan terus-terusan berilusi kita butuh energi nuklir,” katanya.

Sumedi, Ketua Persatuan Masyarakat Balong menambahkan apa yang terjadi saat ini sebenarnya hanyalah upaya korporasi multinasional nuklir yang sedang sekarat karena kehilangan pasarnya di negara maju. Dengan iklan yang canggih beserta bujukan nasionalisme kosong, industri nuklir tersebut melakukan dumping teknologi usang mereka ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.


Sumber :
http://www.walhi.or.id/in/kampanye/iklim-dan-energi/176-siaran-pers/1277-jangan-ada-lagi-chernobyl-nuklir-bukan-solusi-energi-indonesia
26 April 2010

Reaktor Nuklir AP1000 China, Pertama di Dunia

Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama kali di dunia yang berbasis pada teknologi reaktor AP1000 dari U.S. Westinghouse Electric diumumkan oleh China pada bulan April 2009 kemarin. Pembangunan yang dimulai dengan menuangkan 5200 meter kubik semen di pulau nuklir Sanmen provinsi Zhejiang. Dua unit plant akan dibangun dalam tiga tahap, dan reaktor pertama akan memulai operasi pada tahun 2013 kemudian dilanjutkan reaktor kedua pada 2014.

Selama berlangsungnya pengerjaan untuk dua unit reaktor tersebut, China juga akan mulai membangun dua lagi reaktor nuknir berbasis AP1000 di lokasi Haiyang provinsi Shandong, sebagaimana kontrak yang telah ditandatangani antara Westinghouse dengan State Nuclear Power Technology Pwer Corp (SNPTC) China.

Diluar empat unit reaktor yang sedang dibangun, sekarang negara tersebut telah memiliki total 11 unit pembangkit listrik tenaga nuklir yang sedang beroperasi. Tiga unit reakor diantaranya menggunakan teknologi dalam negri, dua unit menggunakan teknologi Russia, empat unit dengan teknologi dari Perancis dan sisanya menggunakan desain dari Kanada. Atas dasar pemenuhan kebutuhan dari permintaan yang terus meningkan dan kekhawatiran dari isu pemanasan global akhir-akhir ini, China sudah mulai mempercepat pembagunan plant nuklirnya hingga mencapai 60 GW pada tahun 2020.


Bagan reaktor AP1000

Walaupun negara tersebut menggunakan berbagai macam desain reaktor nuklir, AP1000 akan menjadi pemain utama dalam desain reaknot ini, menurut SNPTC. Empat buah reaktor yang sedang dibangun sekarang, menggunakan “self-reliance program” dari China sendiri. Hal ini berarti negara tersebut sepenuhnya mempercayakan teknologi AP1000 berdasarkan kemajuan teknologi dalam negri. Untuk lebih jauh lagi, China akan membangun reaktor AP1000 secara masal atas kuasa SNPTC. Untuk pembangunan di pulau Sanmen misalnya, SNPTC menharapkan pembangunan enam unit lagi reaktor nuklir.

Penuangan semen di Sanmen untuk reaktor China generasi ketiga juga menjadi batu loncatan utama bagi Westinghouse Electric. Toshiba Corp. (dibeli oleh Westnghouse pada tahun 2006) yang menjadi suplier reaktor pressurezed water pertama di dunia pada tahun 1957 untuk plant di Shippingport. Pa., dan sekarang teknologi perusahaan ini menjadi basis hampir setengah dari jumlah pembangkit listrik tenaga nuklir di dunia, termasuk penggunaan 60 persen teknologinya di U.S. Akan tetapi benerasi baru dari reaktor tersebut tidak terlihat sesukses generasi sebelumnya. Dan AP1000 hanyalah satu-satunya desain yang disertifikasi oleh Komisi Peraturan Nuklir (NRC) U.S. Faktanya Empat buah reaktor AP1000 tahun 2007 China seharga 5,3 Milyar U.S. Dollar merupakan reaktor pertama dari Westinghouse sejak tahun 1987.

Perhatian kepada desain AP1000 kini mulai meningkat. Di U.S., Westinghouse dengan AP1000nya telah menjadi teknologi pilihan dari sekitar 14 unit plant baru, termasuk enam unit yang telah ditandatangani kontraknya oleh perusahaan tersebut. Dilain pihak, UK yang persiapan plant nuklir generasi barunya menarik minat berbagai perusahaan di seluruh Eropa, kini sedang mengurus sertifikasi hanya untuk dua desain reaktor barunya. Yang pertama UK-EPR yang didesain oleh AREVA dan Electricite de France; dan desain lainnya menggunakan AP1000.

Sumber:
Power Magazine, vol.153 2009
dalam :
http://majarimagazine.com/2009/07/reaktor-nuklir-ap1000-china-pertama-di-dunia/
24 Juli 2009

Produksi Benih Hasil Nuklir Tinggi

Benih hasil radiasi nuklir memiliki kapasitas produksi hampir dua kali lipat dari benih unggul yang digunakan petani selama ini.

Namun, pemanfaatannya masih rendah di kalangan petani Aceh. Data Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), dalam kurun waktu tiga tahun yakni 2007, 2008, dan 2009, sudah empat jenis varietas unggul ditanam di Aceh. Tiga jenis varietas padi (Diah Suci, Mira-1, dan Bestari) dan satu jenis varietas kedelai (Rajabasa). Total luas tanam mencapai 209 hektare lebih yang tersebar di Kabupaten Aceh Besar, Bireuen, Aceh Jaya, dan Aceh Barat Daya (Abdya).

“Rata-rata produksi di Aceh 6,9 sampai 8,3 ton per hektare. Bandingkan dengan benih padi biasa dengan hasil maksimal hanya sekitar 5,5 ton,” jelas Kepala Bidang Diseminasi Batan, Eko Madi Parmanto, kepada Serambi, Sabtu (18/7), seusai acara seminar Pengenalan Sistem Informasi Ilmiah Iptek Nuklir dan Aplikasi Teknologi Nuklir pada Pertanian di aula Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Benih-benih yang ditanam selama kurun waktu tiga tahun tersebut ada yang dikonsumsi atau sebagai benih. Untuk benih, sambungnya lagi, stok yang dihasilkan dari penangkaran sebanyak 110 ton. “Pemanfaatannya (distribusi benih ke petani) masih rendah, apalagi masih tiga tahun penanaman,” ujarnya.

Karena itu, dia menilai perlu adanya kerja sama semua pihak, mulai dari civitas akademik hingga dinas-dinas terkait. Disebutkan, Batan hanya sebagai badan yang memperkenalkan produk hasil teknologi nuklir tersebut. “Universitas bisa melakukan sosialisasi tentang kegunaan nuklir, sedangkan dinas melalui tenaga penyuluhnya bisa memperkenalkan keunggulan benih-benih hasil teknologi nuklir itu. Sebab selama ini persepsi terhadap nuklir masih miring,” ucap Eko.

Dekan Fakultas MIPA Unsyiah, Mustanir, menambahkan, adanya persepsi miring di masyarakat memang menjadi kendala utama dalam menerapkan aplikasi teknologi nuklir. “Masyarakat telah lebih dulu dibayangi dengan dampak negatif nuklir seperti kejadian bom atom di Nagasaki dan Hiroshima,” ucapnya.

Padahal, dampak positif dari nuklir sendiri cukup besar, diantaranya di bidang industri, pertanian, kesehatan, dan lain-lain. “Jadi saat ini, paradigma masyarakat itulah yang sedang kita coba rubah. Stigma-stigma negatif itu harus kita hilangkan, baru kemudian kita bisa menerapkan aplikasinya,” kata Mustanir.

Selain itu, peneliti asal Aceh yang juga mahasiswi di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), Jaswar, sedang melakukan penelitian dengan menerapkan teknologi nuklir pada padi Tangse. Targetnya, masa tanam dan batang tanaman padi bisa lebih pendek. Penilitian mulai dilakukan pada 2006 dan saat ini telah memasuki fase mutasi kedua atau masa tanam kedua. “Penanaman pertama di Tangse gagal karena masalah pemeliharaan. Selanjutnya kita tanam di Saree seluas 1.000 meter per segi dan berhasil,” jelasnya. Dia menambahkan saat ini sedang dilakukan penanaman tahap kedua seluas 4.000 meter per segi. Sedangkan sasilnya baru dapat diketahui pada mutasi ke empat atau ke lima, demikian Jaswa.


Sumber :
http://fmipa.unsyiah.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=120:produksi-benih-hasil-nuklir-tinggi&catid=53:spotlight-news-3
7 September 2010

Fisika Nuklir dan Biofisika

Agenda riset di bidang Reaktor Nuklir meliputi kajian tentang disain dan keselamatan reaktor Nuklir khususnya untuk reaktor Nuklir generasi IV yang emiliki keunggulan keselamatan inheren, dapat memanfaatkan cadangan uranium alam secara efisien, ekonomis, mampu mengolah limbahnya sendiri, dan sulit disalah gunakan untuk proliferasi senjata Nuklir. Secara lebih rinci kajian meliputi aspek netronik (pemecahan persamaan transport netron/difusi netron, analisa burnup, analisa siklus bahan baker, dan analisa proteksi radiasi), analisa termohidrolik (analisa distribus panas multi kanal, analisa pembangkit uap, dll), serta analisa keselamatan yang merupakan gabungan analisa netronik transient dan termohidrolika transient.

Dalam rangka mempersiapkan era PLTN di Indonesia maka dikembangkan riset dengan overlap area yang cukup besar dengan teknologi reaktor LWR yang kemungkinan besar akan dipilih sebagai PLTN pertama di Indonesia. Selain itu kami juga menciptakan perangkat-perangkat yang mendukung persiapan PLTN pertama di Indonesia (program, data base, sistem analisis, emulator). Dalam bidang Fisika Nuklir teoritis kajian meliputi fenomena struktur inti dan reaksi nuklir menggunakan pendekatan mekanika kuantum benda banyak dan berbagai teori mutakhir lainnya. Selain itu juga dikaji aspek data Nuklir yang diperlukan untuk analisa reaktor Nuklir di atas.

Agenda riset di bidang biofisika diarahkan untuk mengkaji mekanisme fisis pada sistem biologi (molekul, sel, organ). Ini meliputi bidang biofisika molekular, biofisika membran, serta biofisika radiasi dan fisika medis. Di bidang biofisika molekular, riset dilakukan untuk mempelajari hubungan struktur dan fungsi biomolekul yang merupakan dasar dari reaksi biokimia yang banyak terjadi pada sistem biologi. Saat ini riset di bidang ini difokuskan pada bioluminisensi dan biosensor.

Di bidang biofisika membran, riset dilakukan untuk mempelajari fenomena transport yang merupakan dasar dari sistem regulasi serta pengukuran-pengukuran fisis pada sistem biologi. Saat ini riset di bidang ini difokuskan pada efek polutan pada transport ion melalui membran sel serta aplikasi metoda cellular automata untuk dinamika fluida melalui membran. Sedangkan di bidang biofisika radiasi dan fisika medis, riset dilakukan untuk mempelajari interaksi radiasi pada materi biologi serta aplikasi fisika pada fungsi-fungsi tubuh manusia dan praktek-praktek kedokteran. Saat ini riset di bidang ini difokuskan pada pengembangan metoda medical imaging seperti MRI, CT scan dan USG, pengembangan metoda medical treatment planning, nuclear medicine serta networking ini hospital.


Sumber :
http://www.fmipa.itb.ac.id/index.php/in/component/content/363?task=view
3 Desember 2008

Aplikasi Nuklir di Bidang Kesehatan

1. Pendahuluan
Asal-mula fisika nuklir terikat pada fisika atom, teori relativitas, dan teori kuantum dalam permulaan abad kedua-puluh. Kemajuan awal utama meliputi penemuan radioaktivitas (1898), penemuan inti atom dengan menginterpretasikan hasil hamburan partikel alfa (1911), identifikasi isotop dan isobar (1911), pemantapan hukum-hukum pergeseran yang mengendalikan perubahan-perubahan dalam nomor atom yang menyertai peluruhan radioaktivitas (1913), produksi transmutasi nuklir karena penembakan dengan partikel alfa (1919) dan oleh partikel-partikel yang dipercepat secara artifisial (1932), formulasi teori peluruhan beta (1933), produksi inti-inti radioaktif oleh partikel-partikel yang dipercepat (1934), dan penemuan fissi nuklir (1938).

Fisika nuklir ialah unik pada tingkat dimana ia menghadirkan banyak topik terapan dan paling fundamental. Instrumentasi-intrumentasinya telah memiliki kegunaan yang banyak di seluruh sains, teknologi, dan kedokteran; rekayasa nuklir dan kedokteran nuklir adalah dua bidang spesialisasi terapan yang sangat penting.
Aplikasi teknik nuklir, baik aplikasi radiasi maupun radioisotop, sangat dirasakan manfaatnya sejak program penggunaan tenaga atom untuk maksud damai dilancarkan pada tahun 1953. Dewasa ini penggunaannya di bidang kedokteran sangat luas, sejalan dengan pesatnya perkembangan bioteknologi, serta didukung pula oleh perkembangan instrumentasi nuklir dan produksi radioisotop umur pendek yang lebih menguntungkan ditinjau dari segi medik. Energi radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi, dapat menyebabkan peruba.hari fisis, kimia dan biologi pada materi yang dilaluinya. Perubahan yang terjadi dapat dikendalikan dengan jalan memilih jenis radiasi (α, β, γ atau neutron) serta mengatur dosis terserap, sesuai dengan efek yang ingin dicapai.
Berdasarkan sifat tersebut, radiasi dapat digunakan untuk penyinaran langsung seperti antara lain pada radioterapi, dan sterilisasi. Selain itu, radiasi yang dipancarkan oleh suatu radioisotop, lokasi dan distribusinya dapat dideteksi dari luar tubuh secara tepat, serta aktivitasnya dapat diukur secara akurat; sehingga penggunaan radioisotop sebagai tracer atau perunut, sangat bermanfaat dalam studi metabolisme, serta teknik pelacakan dan penatahan berbagai organ tubuh, tanpa harus melakukan pembedahan.


2. Kedokteran Nuklir
Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).

Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat ini berkembang pesat.

Disamping membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga berperanan dalam terapi-terapi penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi, keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan)sendi yang sulit dikendalikan dengan menggunakan terapi obat-obatan biasa. Bila untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat kecil, maka dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam dosis yang besar terutama dalam pengobatan terhadap jaringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan kanker itu.

Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS sardjito (Yogyakarta) RS Kariadi (Semarang), RS Jantung harapan Kita (Jakarta) dan RS Fatmawati (Jakarta). Dewasa ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera gamma, di samping masih terdapat 2 buah rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal yang lebih dikenal dengan nama Renograf.
Radioisotop dan Teleterapi
Henry Bacquerel penemu radioaktivitas telah membuka cakrawala nuklir untuk kesehatan. Kalau Wilhelm Rontgen, menemukan sinar-x ketika gambar jari dan cincin istrinya ada pada film. Maka Marie Currie mendapatkan hadiah Nobel atas penemuannya Radium dan Polonium dan dengan itu pulalah sampai dengan 1960-an Radium telah digunakan untuk kesehatan hampir mencapai 1000 Ci. Tentunya ini sebuah jumlah yang cukup besar untuk kondisi saat itu. Masyarakat kedokteran menggunakan radioisotop Radium ini untuk pengobatan kanker, dan dikenal dengan Brakiterapi. Meskipun kemudian banyak ditemukan radiosiotop yang lebih menjanjikan untuk brakiterapi, sehingga Radium sudah tidak direkomendasikan lagi
Selain untuk Brakiterapi, radisotop Cs-137 dan Co-60 juga dimanfaatkan untuk Teleterapi, meskipun belakangan ini teleterapi dengan menggunakan radioisotop Cs-137 sudah tidak direkomendasikan lagi untuk digunakan. Meskipun pada dekade belakangan ini jumlah pesawat teleterapi Co-60 mulai menurun digantikan dengan akselerator medik . Radioisotop tersebut selain digunakan untuk brakiterapi dan teleterapi, saat ini juga telah banyak digunakan untuk keperluan Gamma Knife, sebagai suatu cara lain pengobatan kanker yang berlokasi di kepala.
Teleterapi adalah perlakuan radiasi dengan sumber radiasi tidak secara langsung berhubungan dengan tumor. Sumber radiasi pemancar gamma seperti Co-60 pemakaiannya cukup luas, karena tidak memerlukan pengamatan yang rumit dan hampir merupakan pemancar gamma yang ideal. Sumber ini banyak digunakan dalam pengobatan kanker/tumor, dengan jalan penyinaran tumor secara langsung dengan dosis yang dapat mematikan sel tumor, yang disebut dosis letal. Kerusakan terjadi karena proses eksitasi dan ionisasi atom atau molekul. Pada teleterapi, penetapan dosis radiasi sangat penting, dapat berarti antara hidup dan mati. Masalah dosimetri ini ditangani secara sangat ketat di bawah pengawasan Badan Internasional WHO dan IAEA bekerjasama dengan laboratorium-laboratorium standar nasional.
Orang pertama yang menggunakan radioisotop nuklir sebagai tracer (perunut) pada 1913-an adalah GC Havesy, dan dengan tulisannya dalam Journal of Nuclear Medicine, Havesy menerima hadiah Nobel Kimia 1943. Prinsip yang ditemukan Havesy inilah yang kemudian dimanfaatkan dalam Kedokteran Nuklir, baik untuk diagnosa maupun terapi. Radioisotop untuk diagnosa penyakit memanfaatkan instrumen yang disebut dengan Pesawat Gamma Kamera atau SPECT (Single Photon Emission Computed Thomography). Sedangkan aplikasi untuk terapi sumber radioisotop terbuka ini seringkali para pakar menyebutnya sebagai Endoradioterapi.
Rutherford dan Teknologi Pemercepat Radioisotop
Penemuan Rutherford memberikan jalan pada munculnya teknologi pemercepat radioisotop, sehingga J Lawrence dapat menggunakan Siklotron Berkeley dapat memproduksi P-32, yang merupakan radioisotop artifisial pertama yang digunakan untuk pengobatan leukimia. Sekitar 1939, I-128 diproduksi pertama kalinya dengan menggunakan Siklotron, namun dengan keterbatasan pendeknya waktu paro, maka I-131 dengan waktu paro 8 hari diproduksi. Perkembangan teknologi Siklotron untuk kesehatan menjadi penting setelah beberapa produksi radioisotop dengan waktu paro pendek mulai dimanfaatkan dan sebagai dasar utama PET (Positron Emission Tomography).
Radioisotop selain diproduksi dengan pemercepat, juga dapat diproduksi dengan reaktor nuklir. Majalah Science telah mengumumkan bahwa reaktor nuklir penghasil radioisotop pada 1946, dan menurut Baker sampai sekitar 1966 ada 11 reaktor nuklir di Amerika Serikat memproduksi radiosisotop untuk melayani kesehatan. Perkembangan teknologi reaktor juga saat ini dimanfaatkan untuk produksi secara in-situ aktivasi Boron untuk pengobatan penyakit maligna dan biasanya dikenal dengan BNCT (Boron Netron Capture Therapy ). Meskipun saat ini banyak juga berkembang BNCT dengan metode akselerator.
Generator radioisotop-pun saat ini juga berperan besar dalam memproduksi radioisotop untuk kesehatan, terutama kedokteran nuklir. Produksi, pengembangan dan pemanfaatan generator Mo-99/Tc-99m merupakan dampak positif dalam aplikasi nuklir untuk kesehatan dan farmasi. Dengan generator ini masalah-masalah faktor produksi ulang, waktu, dan jarak terhadap tempat yang memproduksi radioisotop, selain juga mengurangi dosis yang diterima oleh pasien.


3. Teknik Pengaktivan Neutron
Teknik nuklir ini dapat digunakan untuk menentukan kandungan mineral tubuh terutama untuk unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil (Co,Cr,F,Fe,Mn,Se,Si,V,Zn dsb) sehingga sulit ditentukan dengan metoda konvensional. Kelebihan teknik ini terletak pada sifatnya yang tidak merusak dan kepekaannya sangat tinggi. Di sini contoh bahan biologik yang akan idperiksa ditembaki dengan neutron.


4. Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer
Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-x. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-x yang diserap oleh tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk membantu mendiagnosiskekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang wanita pada usia menopause (matihaid) sehingga menyebabkan tulang muda patah.


5. Three Dimensional Conformal Radiotheraphy (3d-Crt)
Terapi Radiasi dengan menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi telah lama dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik elektronika maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade ini telah membawa perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan menggunakan pesawat pemercepat partikel generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melakukan radioterapi kanker dengan sangat presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi bentuk jaringan tumor yang akan dikenai radiasi, memformulasikan serta memberikan paparan radiasi dengan dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan teknologi 3D-CRT ini sejak tahun 1985 telah berkembang metoda pembedahan dengan menggunakan radiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Dengan teknik ini kasus-kasus tumor ganas yang sulit dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan baik oleh pisau gamma ini, bahkan tanpa perlu membuka kulit pasien dan yang terpenting tanpa merusak jaringan di luar target.


6. Sterilisasi Alat Kedokteran
Alat/bahan yang digunakan di bidang kedokteran pada umumnya harus steril. Banyak di antaranya yang tidak tahan terhadap panas, sehingga tidak bisa disterilkan dengan uap air panas atau dipanaskan. Demikian pula sterilisasi dengan gas etilen oksida atau bahan kimia lain dapat menimbulkan residu yang membahayakan kesehatan. Satu-satunya jalan adalah sterilisasi dengan radiasi, dengan sinar gamma dan Co-60 yang dapat memberikan hasil yang memuaskan. Sterilisasi dengan cara tersebut sangat efektif, bersih dan praktis, serta biayanya sangat murah. Untuk transpiantasi jaringan biologi seperti tulang dan urat, serta amnion chorion untuk luka bakar, juga disterilkan dengan radiasi.


7. Penutup
Dapat dikemukakan bahwa teknik nuklir sangat berperan dalam penanggulangan berbagai masalah kesehatan manusia. Banyak masalah yang sebelumnya dengan metode konvensional tidak terpecahkan, dengan teknik nuklirdapatterpecahkan. Yang terpenting adalah kemajuan-kemajuan baik di bidang diagnosis maupun terapi haruslah ditujukan untuk keselamatan, kemudahan, kesembuhan dan kenyamanan pasien. Dengan kemajuan iptek di bidang instrumentasi nuklir, bioteknologi dan produksi isotop umur pendek yang menguntungkan ditinjau dan segi medik dan pendeteksian/pengukuran; diharapkan bahwa harapan hidup yang lebih nyaman dan panjang bagi mereka yang terkena penyakit dapat tercapai.

Daftar pustaka
WS, Sriwidodo., Cermin Dunia Kedokteran, Grup PT Kalbe Farma, Jakarta ; 1995
www. Infonuklir.com ( diakses 22 Mei 2008 )
www. Fisikanet.com ( diakses 22 Mei 2008 )


Sumber :
Rudi Susanto
http://artikel.staff.uns.ac.id/2008/11/18/aplikasi-nuklir-di-bidang-kesehatan/
18 November 2008

Pemanfaatan Energi Nuklir Diterapkan Pada Waktu Yang Tepat

Pengembangan teknologi nuklir sebagai sumber energi alternatif dengan segala kelebihannya memerlukan penguasaan teknologi dan displin yang tinggi dalam penyelenggaraannya. Beberapa negara yang memiliki sumber daya energi terbatas telah memanfaatkan nuklir sebagai energi alternatif.

Tingkat efisiensi yang tinggi yang bersumber dari energi nuklir sebagai bahan bakar PLTN telah membuat beberapa negara yang memiliki sumberdaya energi terbatas telah memanfaatkannya sebagai sumber energi alternatif sedangkan di negara-negara yang masih memiliki sumber daya energi primer yang masih mencukupi, belum seluruhnya mengembangkan energi nuklir, namun secara umum sudah melakukan persiapan kearah mengembangan PLTN.

Menanggapi hal tersebut Menteri ESDM dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (19/4), mengatakan, meskipun saat ini Indonesia masih memiliki banyak sumberdaya energi yang cukup namun tidak akan menyia-nyia kan waktu guna membuat persiapan yang memadai dalam aspek infrastruktur hukum/regulasi serta penguasaan teknologi PLTN sejak dini.

Penerapan teknologi nuklir, jelas Menteri, memerlukan persiapan yang panjang, dimana berdasarkan pengalaman dari sejumlah negara memerlukan waktu antara 10 hingga 15 tahun. Pengembangan kearah pemanfaatan energi nuklir di Indonesia untuk tujuan damai mendapat dukungan dari negara-negara sahabat. “Beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan telah menyampaikan dukungannya bila Indonesia ingin mempersiapkan diri guna membangun PLTN kelak pada waktunya”, ujar Menteri.

Pengembangan energi nuklir sebagai pembangkit memiliki keunggulan namun memerlukan penguasaan teknologi dan disiplin yang tinggi dalam penyelenggaraannya. Banyak kalangan di lingkungan akademis, dunia usaha maupun parlemen di Indonesia mendukung PLTN, namun tidak sedikit kalangan yang masih mengkhawatirkan berdirinya PLTN di Indonesia.

"Yang terpenting saat ini, adalah meningkatkan pemahaman masyarakat atas perkembangan tekonologi nuklir dewasa ini yang sudah sangat maju (jauh berbeda pada masa bencana Bhopal atau Charnobyl) dan mempersiapkan penguasaan teknologi serta infrastruktur hukum dan peraturan lebih dini agar telah tersedia pada saat diperlukan," lanjut Menteri. (SF)

Sumber :
http://www.esdm.go.id/berita/umum/37-umum/3311-pemanfaatan-energi-nuklir-diterapkan-pada-waktu-yang-tepat.html
19 April 2010

Reaktor Nuklir di Indonesia

Oleh : Markus Wauran

engembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dengan pembentukan Panitia Negara untuk penyelidikan Radioaktivitet pada 1954. Panitia Negara bertugas menyelidiki kemungkinan adanya jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di Lautan Pasifik yang dilakukan oleh ne- gara-negara maju.

Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat maka melalui Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 1958 pada 5 Desember 1958 dibentuk Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), berdasarkan UU No 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom. Di sisi lain, pada 1957, Indonesia menjadi Anggota IAEA (International Atomic Energy Agency).

Dengan perubahan paradigma, pada 1997 ditetapkan UU No 10 tentang Ketenaganukliran di mana antara lain diatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir (Batan) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), di samping ditetapkan perlunya dibentuk Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir. Di sisi lain, dengan UU tersebut nama Batan disesuaikan menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional. Tanggal 5 Desember ditetapkan sebagai hari jadi Batan, yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia.

Bertolak dari ketentuan awal itu, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama dengan nama Triga Mark II di Bandung, Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta, pada 1966, Reaktor Atom Kartini di Yogyakarta 1967, dan terakhir Reaktor Atom Siwabessy di Serpong 1987.

Reaktor Triga Mark II memiliki daya 250 kW pada 1965, ditingkatkan menjadi 1.000 kW pada 1971, dan terakhir menjadi 2.000 kW pada 2000. Reaktor tersebut merupakan salah satu fasilitas dari kawasan nuklir Bandung yang menempati lahan sekitar 3 ha. Di kawasan ini terdapat Pusat Teknologi Bahan dan Radiometri. Kegiatan di sana meliputi pendayagunaan reaktor untuk penelitian dan pembinaan keahlian, litbang bahan dasar, radioisotop dan senyawa bertanda, instrumentasi dan teknik analisis radiometri, pengawasan keselamatan kerja terhadap radiasi dan lingkungan, serta pelayanan kedokteran nuklir.

Fasilitas lain yang terdapat di kawasan itu adalah laboratorium fisika, kimia, dan biologi, produksi isotop dan senyawa bertanda, dan klinik kedokteran nuklir pertama di Indonesia sebagai embrio berdirinya Unit Kedokteran Nuklir di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.


Kawasan Nuklir

Reaktor Kartini memiliki daya 100 kW dan terletak di kawasan nuklir Yogyakarta dengan luas lahan sekitar 8,5 ha. Di samping Reaktor Kartini, kawasan ini juga memiliki fasilitas perangkat subkritik, laboratorium penelitian bahan murni, akselerator, laboratorium penelitian D2O, laboratorium fisika dan kimia nuklir, fasilitas keselamatan kerja dan kesehatan, perpustakaan, fasilitas laboratorium untuk pendidikan, Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, serta Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN).

Kawasan Nuklir Pasar Jumat Jakarta dibangun pada 1966 di atas lahan sekitar 20 ha. Di kawasan ini terdapat beberapa fasilitas, yaitu tiga unit Iradiator Gamma (y) kobalt-60, 2 mesin berkas elektron, laboratorium pengolahan uranium, perangkat alat ukur radiasi, laboratorium kimia, biologi, proses dan hidrologi, fasilitas pendidikan dan latihan, serta Gedung Peragaan Sains dan Teknologi Nuklir (Perasten).

Di kawasan ini terdapat beberapa unit organisasi Batan, seperti: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Pusat Pendidikan dan Pelatihan serta Pusat Diseminasi Iptek Nuklir. Berbagai kegiatan penelitian dilakukan di kawasan ini, yang meliputi litbang radioisotop dan radiasi serta aplikasinya di berbagai bidang, litbang eksplorasi dan pengolahan bahan nuklir, geologi dan geofisika, litbang keselamatan radiasi dan biomedika nuklir, pendidikan dan pelatihan serta kegiatan sosialisasi dan diseminasi hasil Litbangyasa Iptek Nuklir kepada masyarakat yang dilakukan Batan.

Reaktor Siwabessy dengan daya 30 MW terletak di kawasan nuklir Serpong, Provinsi Banten, dengan luas lahan sekitar 25 ha. Kawasan Nuklir Serpong adalah pusat Litbangyasa Iptek Nuklir yang dibangun dengan tujuan untuk mendukung usaha pengembangan industri nuklir dan persiapan pembangunan serta pengoperasian PLTN di Indonesia. Pembangunan instalasi dan laboratorium Kawasan Nuklir Serpong dilaksanakan melalui tiga fase yang dimulai sejak 1983 dan selesai secara keseluruhan 1992. Kawasan Nuklir Serpong terletak di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek).

Selain fasilitas utama Reaktor Siwabessy, di kawasan nuklir Serpong terdapat beberapa fasilitas utama lainnya, seperti Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset, Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka, Instalasi Elemen Bakar Eksperimental, Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif, Instalasi Radiometalurgi, Instalasi Keselamatan dan Keteknikan Reaktor, Fasilitas Pengembangan Informatika, Instalasi Mekano Elektronik Nuklir, Instalasi Spektometri Neutron, serta Instalasi Penyimpanan Elemen Bakar Bekas dan bahan Terkontaminasi


Catatan Penting

Sejak berfungsinya empat kawasan nuklir dengan berbagai fasilitas termasuk tiga reaktor nuklir melalui berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek nuklir termasuk pembangunan SDM yang menguasai iptek nuklir, maka beberapa catatan penting dan mendasar perlu dikemukakan.

Pertama, kepemimpinan Batan dari masa ke-masa secara signifikan mampu membangun berbagai fasilitas teknologi nuklir termasuk reaktor nuklir yang menghasilkan berbagai kegiatan untuk penelitian, pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir

Kedua, pemanfaatan teknologi nuklir dari reaktor nuklir dan fasilitas perangkat nuklir lainnya telah dirasakan masyarakat secara luas, meliputi bidang pertanian, peternakan, industri, kesehatan dan kedokteran, hidrologi, rekayasa dan konstruksi, dan lainnya.

Ketiga, para operator reaktor nuklir telah menunjukkan prestasi gemilang dalam mengoperasikan reaktor nuklir karena sejak reaktor nuklir pertama, Triga Mark II, berfungsi disusul Reaktor Kartini dan Reaktor Siwabessy tidak pernah terjadi kejadian (evident) atau kecelakaan (accident) sesuai standar INES (International Nuclear Evident Scale) yang mengancam keselamatan manusia dan lingkungan. Ini membuktikan bahwa para operator reaktor nuklir Indonesia memiliki budaya disiplin kerja yang tinggi.

Keempat, melihat kualitas SDM Indonesia yang menguasai iptek nuklir cukup menonjol, pada 1962 seorang tenaga BATAN, Ir Soebekti, direkrut menjadi staf IAEA dan setelah itu para ahli nuklir Indonesia secara bergantian tanpa putus direkrut dan bekerja di-IAEA sampai sekarang.

Kelima, manajemen reaktor nuklir mulai dari pengoperasian, pengawasan, sampai pemeliharaan telah membuktikan diri sebagai orang-orang yang ahli, andal, berpengalaman, berdedikasi total dan berprestasi. Buktinya, Reaktor pertama Triga Mark II yang telah berumur 43 tahun masih beroperasi dengan baik.

Keenam, manajemen pengolahan limbah telah ditangani dengan baik karena sampai saat ini belum pernah terjadi kebocoran atau kecelakaan yang menghebohkan. Di sisi lain, manajemen terbuka untuk diawasi oleh lembaga berwenang baik di dalam negeri (Bapeten) maupun luar negeri (IAEA), sehingga meraih kepercayaan dunia internasional.

Bertolak dari hal-hal tersebut, maka dari segi pengalaman tersedianya SDM yang ahli dan terampil dengan jumlah yang memadai, budaya disiplin kerja yang prima, serta berbagai perangkat fasilitas teknologi nuklir, Indonesia telah sangat siap untuk membangun dan mengoperasikan PLTN. Yang kita butuhkan hanya dukungan dana (dalam dan luar negeri), serta desain dan konstruksi dari negara-negara maju yang berpengalaman.

Penulis adalah anggota Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia dan anggota DPR/MPR periode 1987-1999.

Sumber :
http://www.suarapembaruan.com/News/2008/11/03/Editor/edit01.htm
3 November 2008