Minggu, 17 Oktober 2010

Reaktor Nuklir di Indonesia

Oleh : Markus Wauran

engembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dengan pembentukan Panitia Negara untuk penyelidikan Radioaktivitet pada 1954. Panitia Negara bertugas menyelidiki kemungkinan adanya jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di Lautan Pasifik yang dilakukan oleh ne- gara-negara maju.

Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat maka melalui Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 1958 pada 5 Desember 1958 dibentuk Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), berdasarkan UU No 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom. Di sisi lain, pada 1957, Indonesia menjadi Anggota IAEA (International Atomic Energy Agency).

Dengan perubahan paradigma, pada 1997 ditetapkan UU No 10 tentang Ketenaganukliran di mana antara lain diatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir (Batan) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), di samping ditetapkan perlunya dibentuk Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir. Di sisi lain, dengan UU tersebut nama Batan disesuaikan menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional. Tanggal 5 Desember ditetapkan sebagai hari jadi Batan, yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia.

Bertolak dari ketentuan awal itu, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama dengan nama Triga Mark II di Bandung, Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta, pada 1966, Reaktor Atom Kartini di Yogyakarta 1967, dan terakhir Reaktor Atom Siwabessy di Serpong 1987.

Reaktor Triga Mark II memiliki daya 250 kW pada 1965, ditingkatkan menjadi 1.000 kW pada 1971, dan terakhir menjadi 2.000 kW pada 2000. Reaktor tersebut merupakan salah satu fasilitas dari kawasan nuklir Bandung yang menempati lahan sekitar 3 ha. Di kawasan ini terdapat Pusat Teknologi Bahan dan Radiometri. Kegiatan di sana meliputi pendayagunaan reaktor untuk penelitian dan pembinaan keahlian, litbang bahan dasar, radioisotop dan senyawa bertanda, instrumentasi dan teknik analisis radiometri, pengawasan keselamatan kerja terhadap radiasi dan lingkungan, serta pelayanan kedokteran nuklir.

Fasilitas lain yang terdapat di kawasan itu adalah laboratorium fisika, kimia, dan biologi, produksi isotop dan senyawa bertanda, dan klinik kedokteran nuklir pertama di Indonesia sebagai embrio berdirinya Unit Kedokteran Nuklir di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.


Kawasan Nuklir

Reaktor Kartini memiliki daya 100 kW dan terletak di kawasan nuklir Yogyakarta dengan luas lahan sekitar 8,5 ha. Di samping Reaktor Kartini, kawasan ini juga memiliki fasilitas perangkat subkritik, laboratorium penelitian bahan murni, akselerator, laboratorium penelitian D2O, laboratorium fisika dan kimia nuklir, fasilitas keselamatan kerja dan kesehatan, perpustakaan, fasilitas laboratorium untuk pendidikan, Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, serta Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN).

Kawasan Nuklir Pasar Jumat Jakarta dibangun pada 1966 di atas lahan sekitar 20 ha. Di kawasan ini terdapat beberapa fasilitas, yaitu tiga unit Iradiator Gamma (y) kobalt-60, 2 mesin berkas elektron, laboratorium pengolahan uranium, perangkat alat ukur radiasi, laboratorium kimia, biologi, proses dan hidrologi, fasilitas pendidikan dan latihan, serta Gedung Peragaan Sains dan Teknologi Nuklir (Perasten).

Di kawasan ini terdapat beberapa unit organisasi Batan, seperti: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Pusat Pendidikan dan Pelatihan serta Pusat Diseminasi Iptek Nuklir. Berbagai kegiatan penelitian dilakukan di kawasan ini, yang meliputi litbang radioisotop dan radiasi serta aplikasinya di berbagai bidang, litbang eksplorasi dan pengolahan bahan nuklir, geologi dan geofisika, litbang keselamatan radiasi dan biomedika nuklir, pendidikan dan pelatihan serta kegiatan sosialisasi dan diseminasi hasil Litbangyasa Iptek Nuklir kepada masyarakat yang dilakukan Batan.

Reaktor Siwabessy dengan daya 30 MW terletak di kawasan nuklir Serpong, Provinsi Banten, dengan luas lahan sekitar 25 ha. Kawasan Nuklir Serpong adalah pusat Litbangyasa Iptek Nuklir yang dibangun dengan tujuan untuk mendukung usaha pengembangan industri nuklir dan persiapan pembangunan serta pengoperasian PLTN di Indonesia. Pembangunan instalasi dan laboratorium Kawasan Nuklir Serpong dilaksanakan melalui tiga fase yang dimulai sejak 1983 dan selesai secara keseluruhan 1992. Kawasan Nuklir Serpong terletak di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek).

Selain fasilitas utama Reaktor Siwabessy, di kawasan nuklir Serpong terdapat beberapa fasilitas utama lainnya, seperti Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset, Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka, Instalasi Elemen Bakar Eksperimental, Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif, Instalasi Radiometalurgi, Instalasi Keselamatan dan Keteknikan Reaktor, Fasilitas Pengembangan Informatika, Instalasi Mekano Elektronik Nuklir, Instalasi Spektometri Neutron, serta Instalasi Penyimpanan Elemen Bakar Bekas dan bahan Terkontaminasi


Catatan Penting

Sejak berfungsinya empat kawasan nuklir dengan berbagai fasilitas termasuk tiga reaktor nuklir melalui berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek nuklir termasuk pembangunan SDM yang menguasai iptek nuklir, maka beberapa catatan penting dan mendasar perlu dikemukakan.

Pertama, kepemimpinan Batan dari masa ke-masa secara signifikan mampu membangun berbagai fasilitas teknologi nuklir termasuk reaktor nuklir yang menghasilkan berbagai kegiatan untuk penelitian, pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir

Kedua, pemanfaatan teknologi nuklir dari reaktor nuklir dan fasilitas perangkat nuklir lainnya telah dirasakan masyarakat secara luas, meliputi bidang pertanian, peternakan, industri, kesehatan dan kedokteran, hidrologi, rekayasa dan konstruksi, dan lainnya.

Ketiga, para operator reaktor nuklir telah menunjukkan prestasi gemilang dalam mengoperasikan reaktor nuklir karena sejak reaktor nuklir pertama, Triga Mark II, berfungsi disusul Reaktor Kartini dan Reaktor Siwabessy tidak pernah terjadi kejadian (evident) atau kecelakaan (accident) sesuai standar INES (International Nuclear Evident Scale) yang mengancam keselamatan manusia dan lingkungan. Ini membuktikan bahwa para operator reaktor nuklir Indonesia memiliki budaya disiplin kerja yang tinggi.

Keempat, melihat kualitas SDM Indonesia yang menguasai iptek nuklir cukup menonjol, pada 1962 seorang tenaga BATAN, Ir Soebekti, direkrut menjadi staf IAEA dan setelah itu para ahli nuklir Indonesia secara bergantian tanpa putus direkrut dan bekerja di-IAEA sampai sekarang.

Kelima, manajemen reaktor nuklir mulai dari pengoperasian, pengawasan, sampai pemeliharaan telah membuktikan diri sebagai orang-orang yang ahli, andal, berpengalaman, berdedikasi total dan berprestasi. Buktinya, Reaktor pertama Triga Mark II yang telah berumur 43 tahun masih beroperasi dengan baik.

Keenam, manajemen pengolahan limbah telah ditangani dengan baik karena sampai saat ini belum pernah terjadi kebocoran atau kecelakaan yang menghebohkan. Di sisi lain, manajemen terbuka untuk diawasi oleh lembaga berwenang baik di dalam negeri (Bapeten) maupun luar negeri (IAEA), sehingga meraih kepercayaan dunia internasional.

Bertolak dari hal-hal tersebut, maka dari segi pengalaman tersedianya SDM yang ahli dan terampil dengan jumlah yang memadai, budaya disiplin kerja yang prima, serta berbagai perangkat fasilitas teknologi nuklir, Indonesia telah sangat siap untuk membangun dan mengoperasikan PLTN. Yang kita butuhkan hanya dukungan dana (dalam dan luar negeri), serta desain dan konstruksi dari negara-negara maju yang berpengalaman.

Penulis adalah anggota Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia dan anggota DPR/MPR periode 1987-1999.

Sumber :
http://www.suarapembaruan.com/News/2008/11/03/Editor/edit01.htm
3 November 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar